Kuliner di Pekanbaru
memang memiliki kesamaan dengan kuliner di bumi Sumatera Barat pada umumnya. Akhir
tahun 2023, kami berkesempatan untuk berkunjung ke Pekanbaru, kota Bertuah dan
menikmati beberapa kuliner khas Pekanbaru yang sudah dikenal di antaranya RM Pak
Nurdin dan Wareh Kupie Arifin Ahmad.
Dalam waktu terbatas kami menjajal kuliner lain yang berada di dalam kota. Ternyata mayoritas kuliner memang sangat erat dengan kuliner Sumatera Barat yang telah dikenal sebagai salah satu kuliner terenak.
Ketupat Gulai Paku Onen
Perberhentian berikutnya adalah Ketupat Gulai Paku Onen yang terletak di Jalan. Hang Tuah. Bangunan kedai ini nampak sederhana yang terbuat dari kayu. Rasanya mengingatkan saya tentang kedai di desa. Namun jangan salah, tempat ini lumayan luas dengan deretan bangku dan meja berwarna oranye yang tersusun rapi dan masih menyisakan ruang untuk bergerak.Lokasinya berada di
tengah kota yang mudah diakses. Sebagai penanda, kedai ini tepat bersebelahan
dengan Mesjid Agung Annur, dekat dengan kampus Universitas Riau dan area
perkantoran. Meski begitu, di mata kami wargi Bandung, jalanan ini tidaklah
begitu ramai.
Rekan mengajak kami untuk
meluncur ke kedai ini jam 6 pagi dan melewatkan sarapan di hotel. Konon, kedai Ketupat
Gulai Paku Onen yang sudah ada sejak tahun 1990 ini awalnya ini hanyalah warung
kecil biasa.
Ketupat gulai paku onen
merupakan salah satu kuliner khas Pekanbaru yang disajikan dengan memadukan
ketupat, pakis berkuah santan kental berwarna hijau, dan sayur nangka kuah
berwarna oranye (pedas) dalam keadaan hangat. Tak lupa kerupuk berwarna merah muda dan keripik singkong pedas.
Sajian ini mirip dengan lontong sayur
padang yang biasa saya temui di banyak tempat. Aroma gulainya khas dan
menggelitik hidung.
Saat kami tiba, tempat ini sudah ramai dikunjungi tamu yang juga hendak sarapan seperti kami sehingga kami harus bersabar menunggu pesanan datang. Sambil menunggu, teman Menong bisa melihat proses makana disiapkan karena pengunjung dapat mengintip area kitchen.
Selain ketupat gulai
paku, tak akan lengkap rasanya bila teman Menong tak mencoba teh telur yang
legendaris di tempat ini. Teh telur atau teh talua terbuat dari kuning telur
ayam atau itik yag dicampur dengan teh, air panas dan gula. Teh ini disajikan
dengan mengocok telur hingga mengembang menggunakan lidi (kini menggunakan
mixer). Ada jeruk nipis di samping gelas.
Namun, teman saya
meyakinkan kami untuk mencicipi mumpung kami berada di Pekanbaru. Dan saya pun
tergoda terlebih saya bisa melihat langsung proses pembuatannya. Ternyata rasa
teh talua ini enak dan tak ada bau atau rasa amis sedikitpun.
Selain menikmati ketupat
pakis dan teh talua, kami juga mencicipi pisang goreng (yang rasanya enaaak,
ote-ote atau bakwan atau bala-bala versi Pekanbaru, dan lapis ketan atau lupis
(kesukaan saya). Di sini ada sala lauak juga loh, gorengan yang terbuat dari
tepung dan ikan asin, yang sempat saya cicipi saat perjalanan ke Lembah Harau.
Harga di kedai juga
terjangkau. Ketupat gulai pakis biasa Rp. 11.000, ketupat gulai pakis telur Rp.
13.000, sala lauak Rp. 1.000 dan teh talua Rp. 12.000.
Selama menikmati sarapan
ini, kami ditemani live music dari pengamen yang menghibur kami sepanjang
berada di kedai. Diam-diam saya memperhatikan suaranya yang luar biasa.
Di perjalanan, kami
mampir untuk makan siang di Pondok Asam Pedas Sinar Kampar, salah satu kuliner
di Pekanbaru yang wajib teman Menong coba. Berbeda hal nya dengan RM Pak Nurdin
yang dominan menyajikan hidangan khas Sumatera Barat, Pondok Asam Pedas Sinar
Kampar menyajikan hidangan laut.
Rasanya makyusSaya sendiri baru pertama kali menikmati teh talua ini. Meski sudah ada di mana saja termasuk di rumah makan padang di Bandung, saya masih agak segan mencicipi karena khawatir dengan bau nya yang masih amis. Selain itu, saya juga sudah lama alergi telur, tentunya saya tak mau diserang gatal tak tertahankan saat jauh dari rumah.
Pondok Asam Pedas Sinar Kampar
Kami bermalam di Pekanbaru selama 3 malam 4 hari. Berhubung kami mendapatkan jadwal penerbangan di sore hari, kami sudah bersiap dari jam 11 siang agar bisa berbelanja oleh-oleh khas Pekanbaru terlebih dahulu.Restoran ini terletak di Jl. Arifin Ahmad No.59, Sidomulyo Tim., Kec. Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru. Buka mulai jam 10.00 – 22.00 WIB, tempat ini layak dikunjungi terutama bagi teman Menong yang menyukai seafood.
Semua hidangan disajikan dalam piring-piring kecil di atas meja. Saya menyadari uniknya kuliner khas nusantara ini karena nampak indah berwarna warni.
Mata saya tertuju pada kerang bulu yang rasanya sudah lama sekali tak pernah saya cicipi. Saat kecil dulu, Embah sering memasak kerang bulu untuk kami. Meski hanya mendapatkan jatah paling banyak 5 biji saja, rasanya tetap melekat di hati saya hingga saat ini.
Saya juga memilih kepala kakap tanpa menyentuh kuahnya karena terasa pedas. Kami makan dengan lahap terlebih rasanya sangat enak menggoda saya untuk menghabiskan lebih banyak lagi. Tak lupa sayur rebusan dan sambal bawang merah untuk menambah rasa.
Jujur saja, saya selalu menikmati hidangan seafood kemanapun saya pergi. Saya memang lebih menyukai ikan daripada ayam atau daging. Mungkin karena sebagai orang Bandung, kami jarang menikmati sajian segar dari laut. Pondok Asam Pedas Sinar Kampar benar-benar menjadi penutup kuliner di Pekanbaru yang kami jajal.
Post a Comment
Post a Comment