Bagi teman Menong yang sering bepergian ke Sulawesi Selatan, cobalah untuk mampir ke Jeneponto. Pastinya teman Menong harus memilih hotel di Jeneponto terbaik agar bisa leluasa menikmati keindahan kota.
Jeneponto
Saat mendapatkan pekerjaan di Jeneponto, jujur saja saya sedikit bingung apakah harus menerima tawaran pekerjaan itu atau tidak. Terlebih saya berangkat sendirian tanpa Zauji (sebetulnya salah satu pertimbangan adalah biaya transportasinya yang lumayan mahal).
Sebagian hati saya sudah membayangkan keseruan karena belum pernah ngabolang di Jeneponto. Saya pun mulai mencari tahu mengenai kota kecil ini.
Jeneponto merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang berjarak tempuh sekitar 90 km atau 2,5 jam dari Kota Makassar. Kesan pertama yang saya dapatkan dahulu adalah betapa panjangnya jarak antara kedua ujung Jeneponto yang Kabupaten Takalar dan Kabupaten Bantaeng. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 749,79 km2.
Cuaca terasa panas dan gersang. Tanaman nampak kering dan tanah terlihat pecah-pecah. Perkebunan luas membentang sepanjang perjalanan diselingi sekawanan kuda berlari sepanjang jalan yang membuat saya terkagum-kagum.
Di ujung Jeneponto, teman Menong bisa pula menikmati sebaran tambak garam yang luas sepanjang pantai.
Berbeda dengan Bandung yang hanya menjadikan kuda sebagai alat transportasi seperti delman atau kuda tunggang (hiburan) atau olah raga seperti yang pernah saya dan Zauji coba di Rabbanian Horse Adventure, di Jeneponto, kuda memang tak hanya digunakan sebagai alat transportasi. Kuda menjadi bagian dari keseharian sehingga tak heran bila kuda dijadikan simbol status atau gaya hidup masyarakat.
Dari data yang saya baca, kota yang dijuluki Bumi Turatea ini berpenduduk kurang lebih 400.000 jiwa (tahun 2023) yang tersebar di 82 desa dan 11 kecamatan. Suku mayoritas di Jeneponto adalah suku Makassar.
Coto Kuda
Sebetulnya kota ini sudah pernah kami lewati saat mengunjungi Bulukumba. Saat itu kami mampir di sebuah warung makan dan menikmati coto kuda yang menjadi kuliner andalan Jeneponto. Menurut rekan yang mengantar kami, coto kuda merupakan hidangan utama di Jeneponto.
Coto merupakan makanan sejenis sup daging yang terbuat dari rebusan daging dan jeroan sapi dengan bumbu khusus. Bagi saya coto ini mirip dengan soto yang kaya rempah sehingga rasanya enak dan menyegarkan. Coto biasanya dihidangkan dengan burasa, beras dicampur santan dan garam yang dibungkus daun pisang lalu dikukus, sekilas mirip ketupat ya.
Dahulu coto hanya dapat dinikmati kaum bangsawan saja namun kini coto menjelma menjadi hidangan rakyat dan menjadi tradisi tersendiri di Sulawesi Selatan.
Bila kita lebih familiar untuk menghidangkan daging sapi atau kerbau dalam hajatan sebagai menu utama, beda halnya dengan masyarakat Jeneponto yang terbiasa menghidangkan daging kuda. Dan inilah yang diolah sebagai bahan utama coto.
Tak heran bila teman Menong akan mudah menemukan rumah makan yang menyajikan coto kuda, hidangan berkuah asal Makassar dengan bahan dasar daging kuda yang disajikan dengan ketupat sayur.
Meski rasanya enak, nampaknya lidah saya masih belum terbiasa dengan serat daging yang berukuran lebih besar sehingga membuat saya harus ditemani The Botol So*ro sepanjang menikmati coto kuda. Pun saat di perjalanan, perut saya panas luar biasa dan sedikit tak nyaman.
Hotel di Jeneponto
Bila berkesempatan berkunjung ke kota kecil ini, memang tak banyak hotel di Jeneponto yang bisa teman Menong pilih. Di aplikasi biru, hanya ada empat penginapan atau satu hotel yang tercatat.
Menurut saya, hotel dengan fasilitas terbaik adalah Hotel Lingkarsut Jeneponto yang terletak di Jalan Lingkarsut, Jeneponto, tak jauh dari RSUD Lanto Daeng Pasewang dan SMPN 1 Binamu. Hotel Lingkarsut memiliki fasilitas yang relatif bagus seperti adanya TV kabel, taman dan kolam renang outdoor yang menjadi pilihan utama. Rate hotel ini berkisar < Rp. 100.000 tanpa sarapan. Murah bukan?😘
Saat memilih hotel, selain lokasi yang strategis, kemudahan fasilitas umum seperti rumah makan atau minimarket terdekat, jangan lupa untuk memastikan kenyamanan. Saat mencari alternatif hotel, saya diarahkan ke sebuah penginapan murah. Meski ratenya lebih terjangkau namun saya tak nyaman dengan posisi kamar yang berada di depan area terbuka tempat sejumlah pria bermain kartu.
Pantai Tamarunang
Pantai Tamarunang terletak di Kelurahan Pabiringa, Binamu, Jeneponto. Pantai ini berada tak jauh dari Hotel Bintang Karaeng tempat kami (dulu) menginap. Letaknya tepat di pinggiran pantai sehingga teman Menong bisa menikmati deburan ombak dan berjalan-jalan di desa nelayan yang letaknya tak begitu jauh dari hotel. Sayangnya hotel ini sudah tak beroperasi lagi.
Pantai ini ditempuh dengan kendaraan pribadi kurleb 5 menit saja. Pantai ini berada di pemukiman penduduk dengan mata pencaharian mencari ikan di laut. Saya menikmati pecahan ombak yang berlarian di sela jari-jari kaki. Beberapa perahu nelayan tertambat di kayu-kayu yang dipancangkan di pinggir pantai.
Saya juga berbincang dengan ibu tua yang sedang memilah rumput laut segar yang ternyata berwarna hijau bukan putih seperti rumput laut siap saji yang sering saya temui. Rasa penasaran membuat saya betah berlama-lama sambil mengambil momen keindahan salah satu pantai di Jeneponto ini yang nampak sepi.
Saat tiba di Makassar, dua orang rekan menjemput saya di bandara dan mengantarkan saya ke hotel di Jeneponto namun saat kembali ke Makassar, saya hanya diantar hingga terminal. Sayapun melanjutkan perjalanan ke bandara di Makassar sendirian menggunakan angkutan umum jenis Toyota Innova (tentunya takkan ada kendaraan umum berjenis ini di Pulau Jawa) dengan isi penumpang maksimal 6 orang saja. What a wonderfull journey😍
Post a Comment
Post a Comment