Jalan-jalan Murah di Jakarta Bagian 2

Post a Comment
jalan-jalan murah di jakarta
Salah satu agenda kami di akhir tahun adalah mencoba jalan-jalan murah di Jakarta dengan menggunakan transportasi umum.

Mesjid Istiqlal

Mengunjungi Mesjid Istiqlal menjadi impian saya sejak lama. Karenanya, Zauji menempatkan mesjid kebanggaan Indonesia ini di urutan pertama. Kami menggunakan Transjakarta (untuk pertama kali) dari halte Senayan ke halte Juanda. Diselipin tragedi telat masuk saat tap-in, akhirnya kami tiba di halte yang hanya berjalan 400 m saja dari Mesjid Istiqlal.
halte Juanda transjakarta
Mesjid Istiqlal (dalam bahasa arab, Istiqlal memiliki arti kemerdekaan) dibangun pada tahun 1951 di atas tanah bekas benteng Frederick Belanda yang dibangun Gubernur Jenderal Van den Bosch di tahun 1834. Mesjid ini berada di Jl. Taman Wijaya Kusuma, Jakarta Pusat. Mesjid yang dirancang oleh Friedrich Silaban ini terletak berseberangan dengan Gereja Katedral sehingga sering dijadikan simbol indahnya toleransi beragama.

Mesjid Istiqlal diresmikan pada tahun 1978. Meski sudah berusia hampir setengah abad, kekokohannya masih dapat dirasakan hingga saat ini. Kami tiba hanya 5 menit menjelang adzan dzuhur. Kami lewat pintu samping dekat dengan halte dan diarahkan petugas menuju tempat wudhu. Pintu masuk laki-laki berbeda dengan pintu masuk perempuan membuat saya terpisah dari Zauji.

Pintu masuk perempuan terlihat tak terlalu besar dengan petugas yang langsung mengarahkan jamaah. Tempat wudhu sangat luas dilengkapi dengan deretan kamar mandi, kran tempat wudhu yang tertata rapi. Dari tempat wudhu, saya bergegas menuju tempat sholat di lantai 2 melewati lorong panjang tempat kantor mesjid dan kursi pijat yang dapat disewa jamaah.

Saya terkesan dan kagum dengan kemegahan arsitektur mesjid yang biasa saya lihat di TV. Karena berkunjung di hari kerja, jamaah sholat tak lebih dari 5 shaf. Ada petugas khusus yang mengarahkan jamaah untuk mengisi shaf terdepan lebih dahulu sehingga lebih tertib.

Bada sholat, ada kajian yang digelar untuk umum dengan tema mengenai rumah tangga yang dihantarkan seorang ustadzah. Sayangnya keterbatasan waktu membuat kami memutuskan untuk langsung beranjak. Saya juga menyempatkan untuk mengambil foto beberapa bagian mesjid. 

Saya perhatikan, banyak jamaah (perempuan) yang terlalu bersemangat untuk berfoto bersama di shaf perempuan bagian depan agar bisa mengambil latar mimbar mesjid. Sayangnya, kegiatan ini sedikit mengganggu jamaah lain yang masih khusyu sholat sunnah atau fokus mendengarkan kajian.
mesjid Istiqlal
Saya juga memperhatikan ada rombongan siswa yang sholat berjamaah dipandu beberapa orang guru. Selain itu nampak rombongan besar mulai berdatangan dan masuk ke area mesjid.

Zauji mengajak saya untuk keluar dari pintu masuk pria (nampaknya ini diperbolehkan). Di luar kami meminta ijin kepada petugas untuk menikmati cilok dan es teh yang kami beli di halte Transjakarta. Di pelataran, berderet food truck yang menyajikan nasi atau baso untuk mengganjal perut.

Kami memutuskan untuk makan siang dengan mencicipi satu piring ketoprak untuk dinikmati berdua seharga Rp. 15.000/porsi tak jauh dari pintu keluar mesjid sebelum meneruskan berjalan kaki menuju Lapangan Monas.

Monumen Nasional

Dari Mesjid Istiqlal kami berdua berjalan menyusuri sisi sungai di samping mesjid menuju Monas yang berada di Jalan Jl. Silang Monas, Jakarta Pusat yang berada di tengah Lapangan kawasan Medan Merdeka. 

Hawa panas tertutupi angin sepoi-sepoi dari pepohonan sepanjang jalan. tak sampai 10 menit kami tiba di Monumen Nasional setinggi 132 meter yang dibangun pada tanggal 17 Agustus 1961 dan mulai dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.
monas
Monumen bermahkota api yang dilapisi emas seberat 28 kg ini menjadi simbol perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Kini Monas menjadi destinasi wajib jalan-jalan murah di Jakarta. Kawasan Monas seluas 80 hektar dibuka untuk umum dari jam 06.00 – 18.00 WIB dan  08.00 – 15.00 WIB khusus untuk area tugu Monas.

Teman Menong takan dipungut tiket untuk memasuki kawasan pelataran Monas. Setelah mengambil beberapa foto sebagai kenang-kenangan, kami memutuskan untuk masuk ke area tugu Monas yang sebelumnya tak sempat saya kunjungi. Sempat kebingungan dengan arah masuk, kami diarahkan petugas yang ramah membantu kami. Kami memisahkan diri dari antrian anak-anak TK yang berbaris rapi.

Jalan masuk ke tugu Monas, teman Menong harus melalui jalur bawah tanah (yang artinya jalan di bawah pelataran). Tugu Monas terbagi menjadi 4 area yaitu museum yang berada di dasar tugu, ruang kemerdekaan, pelataran cawan dan puncak.

Untuk masuk ke dalam museum, kami dikenai tiket orang dewasa seharga Rp. 8.000 saja dan Rp. 24.000 untuk masuk ke puncak yang harus dibeli menggunakan kartu e-Jakcard. Alhamdulillah Zauji masih memiliki kartu Jaklingko yang kami pakai saat berkunjung ke Ragunan tahun sebelumnya.
loket tiket monas
Meski kami sering mengunjungi museum di Bandung, kami memilih mengunjungi museum Monas karena untuk naik ke puncak masih ada antrian hingga jam 15.00 WIB. Museum terletak di dasar tugu dengan lampu-lampu redup.
museum Monas
Ruangan museum sangat luas namun nampak sempit karena padatnya pengunjung. Di area ini terdapat toilet (dengan jumlah terbatas) dan mushola. Museum Monas menyajikan relief sejarah Indonesia dari masa pra sejarah, penjajahan Belanda hingga pembangunan Indonesia modern.
jaman pra sejarah - monumen nasional

jaman penjajahan belanda-monumen monas

jaman penjajahan jepang-monumen monas
Meski tergoda untuk naik odong-odong gratis untuk berkeliling Monas, kami memutuskan untuk mengakhiri sesi jalan-jalan murah di Jakarta ini. Atas petunjuk petugas, kami berjalan menuju halte Transjakarta terdekat. Sebetulnya kami berniat naik bajaj namun kami rasa harga yang ditawarkan terlalu mahal bagi kami kaum mendang mending ini.

Related Posts

Post a Comment