Tahukah teman Menong bila setiap tanggal 25 November, Indonesia memperingatinya sebagai Hari Guru Nasional. Berhubung banyak teman saya yang berprofesi sebagai guru, saya mengucapkan selamat hari guru 2024 di hari Senin, minggu terakhir di bulan November ini.
Sejarah Hari Guru
Setiap langkah kaki yang kita jejakan tak akan lepas dari peran seorang guru. Tanggal 25 November ditetapkan sebagai hari guru mengacu pada dilaksanakannya Kongres Guru Indonesia Pertama oleh Persatuan Guru Indonesia (PGI) pada tanggal 24 – 25 November 1945. Organisasi ini kemudian berubah menjadi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Meski bukan berasal dari Fakultas Kependidikan, beberapa rekan kami akhirnya ‘terjun’ untuk mengajar beragam jenjang sekolah dari SD hingga SMA. Jujur saja, teman-teman saya ini nampak lebih awet muda dibanding kami yang banyak bekerja di sektor industri atau swasta.
Bangunan Sekolah
Sepupu saya mengajar di sebuah SD. Bangunan sekolah mungkin didirikan di akhir tahun 1990-an namun hampir hancur saat gempa Cianjur melanda. Alhamdulillah, pemerintah setempat merenovasi bangunan dengan baik. Plus Kepala Sekolah yang sangat peduli, tak hanya bangunan yang kembali kokoh namun berbagai fasilitas untuk menambah pemahaman literasi dan lainnya dilengkapi dengan maksimal meski dengan cara sederhana.
Kamar mandi SD yang identik dengan kata kumuh dan kotor tak nampak di sekolah ini. Pojok baca berada di area koridor sempit dan nampak green house sederhana di teras belakang. Ucapan selamat hari guru 2024 yang terpampang di majalah dinding.
Salah seorang teman saya mengajar di sebuah SD yang tak memiliki banyak kelas namun nampak bersih dan dihiasi pot bunga hasil daur ulang galon air mineral. Bangunan SD ini merupakan hasil relokasi karena bangunan lama terkena gusuran. Lokasinya berada tak jauh dari jalan desa namun tepat berdampingan dengan pemakaman umum. Saat duduk di kelas, teman Menong dapat menyaksikan langsung prosesi pemakaman.
Di sebuah SD tak jauh dari ibukota, teman saya bercerita mengenai kondisi lingkungan sekolah yang menjadi kurang kondusif karena tanah yang digunakan untuk sekolah awalnya diberikan secara sukarela oleh salah satu warga.
Sayangnya, setelah beliau meninggal, salah seorang ahli waris melarang pihak sekolah untuk membangun pagar. Usut punya usut, ternyata ahli waris tersebut membuka pengobatan alternatif dan memanfaatkan halaman sekolah sebagai lahan parkir gratis.
Demikian pula dengan salah satu SMA di ibukota yang tak bisa melaksanakan upacara karena lapangan upacara dikuasai salah satu ormas. Alhamdulilah anak-anak tetap bersemangat menjalankan berbagai ekstrakurikuler meski hanya di lorong kelas saja yang tak seberapa luas.
Kami juga sering dikirimi foto mengenai kondisi berbagai sekolah baik negeri maupun swasta. Plafon yang berlubang di ruang kepala sekolah, sekolah nun jauh di pegunungan (membuat teman saya jatuh dari motor saat berangkat menuju sekolah karena jalanan berbatu besar di pinggir jurang), atau ruangan sekolah yang dipenuhi kotoran kelelawar karena bersebelahan dengan kebun.
Learning Loss
Di media sosial ramai sekali tentang anak-anak SMA yang tak bisa perkalian sederha a. Dan ternyata, hal itu tak hanya terjadi di media sosial saja. Banyak teman saya yang mengiyakan. Apalagi teman saya yang mengajar di SMK untuk jurusan lumayan sulit seperti Teknik Energi Terbarukan yang pastinya memerlukan pemahaman matematika dan IPA yang kuat. Belum lagi skor PISA yang turun di tahun 2022. Metode efektif yang diberikan gurulah yang akhirnya sangat berperan untuk mengisi kekosongan ini.
Learning loss ini tak hanya disebabkan adanya pandemi di tahun 2020 -2023 namun juga kebijakan diantaranya mengharuskan sekolah menerima siswa dalam kondisi apapun atau siswa harus naik kelas meski kemampuan belum memenuhi.
Effort siswa menjadi berkurang terlebih Ujian Nasional juga ditiadakan sejak tahun 2021. Pro dan kontra mengiringi penghapusan UN ini. Nampaknya di era pemerintahan baru ini akan banyak kebijakan dikaji kembali. Semoga memberikan banyak harapan baru khususnya bagi pendidikan di Indonesia.
Salah seorang teman bercerita, sekolahnya menerima siswa berkebutuhan khusus secara mental padahal sekolah umum (khususnya sekolah negeri) tidak memiliki tenaga khusus yang dapat mendampingi siswa tersebut. Guru harus ekstra keras untuk membimbing sementara nya diberi pengertian untuk memaklumi teman ‘spesial’ ini. Tantangannya adalah dalam suatu waktu baik guru dan teman sebaya nya akan mengalami kejenuhan dengan segala ‘effort’ luar biasa yang diberikan.
Karakter
Rasanya hati kita sering teriris saat melihat banyak kasus mengenai kekerasan di sekolah baik yang dilakukan oleh siswa atau guru. Saya pribadi sebagai pengguna sosmed juga sering mencermati obrolan dunia maya termasuk ungkapan, cacian dan makian yang semakin bebas dilontarkan.
Salah satu makian itu menggunakan bahasa sunda yang berarti alat kelamin pria. Sedari kecil saya diajarkan untuk tabu mengucapkannya dan tetap menurutinya hingga kini meski sudah menikah.
Mirisnya, di media sosial, kata tersebut seolah ringan untuk diucapkan. Demikian juga dengan kata makian lain seperti anj*y atau anj*r. Tak hanya oleh siswa namun juga oleh orang dewasa (dan guru atau kepala sekolah, disclaimer : saya mendengarnya sendiri).
Dalam kurikulum pendidikan, saya yakin pendidikan karakter menjadi pondasi. Guru hendaknya menyesuaikan metode dengan kondisi jaman now tanpa menghilangkan esensi pendidikan yang hakiki. Sepertinya ini menjadi pe er tak hanya bagi bapak ibu guru namun juga kita semua sebagai orang tua atau masyarakat yang peduli terhadap generasi penerus bangsa ini.
Di hari istimewa ini, saya ucapkan Selamat Hari Guru 2024, sepeti yang tersurat dalam Hymne Guru: engkau sebagai pelita dalam kegelapan, engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan, engkau patriot pahlawan bangsa, pembangun insan cendekia.
Post a Comment
Post a Comment