Saat akan berkunjung ke Payakumbuh, saya dan teman membuat list Kuliner Payakumbuh Sumbar yang bisa kami cicipi nanti. List ini sudah kami buat bahkan beremingu-minggu sebelum kami sampai kesana. Alhamdulillah, setiba di sana kami punya kesempatan untuk jalan-jalan dan mencicipi kuliner favorit saya langsung di tanah aslinya.
Sate Padang Payakumbuh
Berbeda dengan sate pada umumnya yang dipanggang dalam waktu yang lama, sate padang dipanggang lebih singkat dan dicelupkan ke dalam kuah kental dalam panci besar yang selalu dalam posisi dipanaskan. Sate Padang dihidangkan di atas piring yang diberi alas daun dengan taburan bawang goreng.
Hidangan ini terkenal dengan cita rasanya yang khas, menggunakan daging sapi (terkadang jeroan) yang dipotong kecil-kecil dan disajikan dengan kuah kental berwarna kuning atau merah yang kaya rempah. Keunikan Sate Padang terletak pada bumbu yang digunakan yang berbeda dengan sate madura atau sate maranggi.
Irisan daging nya lebih besar dan tebal dibanding sate padang yang biasa saya temui di Jawa Barat dengan bumbu kuah yang berwarna lebih kuning. Secara rasa, sate padang ini memang lumayan enak meski di lidah saya lebih menyukai versi tanah Sunda.
Sate Padang yang kami kunjungi adalah Sate Padang Danguang Danguang khas Payakumbuh yang terletak di Pasar Payakumbuh. Ada dua lapak dengan nama yang sama. Keduanya berada tepat di jalan raya Jl. Soekarno Hatta yang ramai dilalui kendaraan. Lokasi yang strategis (pusat kota) plus tempat parkir yang memadai menjadikan kuliner ini menjadi destinasi wajib kuliner Payakumbuh Sumbar.
Kami memilih lapak berwarna hijau dan duduk di bagian dalam. Satu porsi dibanderol dengan harga Rp. 30.000 kureleb 10 tusuk dengan tambahan satu potong ketupat dengan harga Rp. 5000/potong. Berhubung saya baru sembuh dari gerd, saya meminta kuah dan lontong terpisah dari satenya karena rasa kuah lumayan terasa pedas dan panas di perut untuk saya.
Saya beri rate 5/5 untuk sate padang danguang danguang.
Martabak Mesir H.Wan
Saya baru mengenal martabak mesir sewaktu berkunjung ke Payakumbuh ini karena teman saya bersikeras untuk mencicipi martabak mesir langsung di tempat aslinya. Saya pikir, ini adalah jenis martabak baru dan ternyata martabak mesir merupakan sebutan untuk martabak telur.
Istilah "Mesir" pada martabak ini muncul karena martabak telur jenis ini pertama kali dibawa dan diperkenalkan orang Arab dan India yang kemudian disebut sebagai "Orang Mesir". Terkenallah martabak telur ini sebagai martabak mesir.
Masih di kuliner sore, Pasar Payakumbuh, Jl. Soekarno Hatta, Payakumbuh, tak begitu jauh dari Sate Danguang danguang, teman Menong akan mudah menemukan lapak martabak mesir ini. Memang, penjual martabak mesir sangat banyak namun martabak mesir H.Wan yang paling dikenal.
Lapak martabak mesir berbeda dengan lapak martabak telur di daerah Jawa yang biasanya dalam area tak seberapa luas dan tak memberikan tempat untuk ‘dine in’ karena martabak telur di Jawa biasanya dibungkus untuk dimakan di rumah. Lapak martabak mesir lumayan luas, dilengkapi dengan jejeran meja dan kursi untuk makan di tempat.
Teman Menong bisa melihat proses pembuatan plus para pekerja yang sedang menyiangi dan merajang daun bawang yang menumpuk (dan tanpa dicuci dulu😌).
Yang menarik, ukuran martabak mesir ini tak sebesar ukuran martabak telur di Jawa. Ukuran martabak mesir lebih kecil cukup untuk porsi satu orang saja (dan kenyang). Hal unik lain adalah kita tak perlu menunggu martabak dibuat dulu karena martabak matang sudah tersedia di meja etalase dan bisa langsung disantap, tak beda jauh dengan deretan jajan di pasar tradisional.
Kami menyantap masing-masing satu porsi martabak mesir daging sapi (tak ada varian lain) dengan kuah cuko dan cabe rawit yang rasanya super enak dan menyegarkan. Dan ini adalah martabak telur terenak yang pernah saya rasakan sehingga saya nekad membawa dua porsi martabak mesir sebagai oleh-oleh pulang ke Bandung.
Martabak ini saya beli H-1 sebelum pulang dan menyimpannya di frezzer. Hanya saja, kuah cuko yang saya simpan di kardus (bagasi pesawat) pecah dan membasahi oleh-oleh lain😒.
Kami juga mengunjungi resto martabak mesir di lokasi lain dengan tempat lebih kekinian dengan menu yang lebih beragam. Tempat yang nyaman, lapangan luas dan harga yang terjangkau (walau tempat ini sekelas kafe) membuat martabak mesih H.Wan layak teman Menong pilih.
Saya beri rate 5/5 untuk martabak mesir H. Wan.
Rendang
Rendang menjadi kuliner asal Indonesia yang dinobatkan sebagai makanan terenak di dunia versi CNN. Saat pertama kali menginjakan kaki di ranah minang, kami sudah berburu rendang termasuk saat mengunjungi Lembah Harau.
Bila selama ini teman Menong menikmati rendang sebagai pilihan makanan terenak dimanapun teman Menong berada, teman Menong wajib mencicipi rendang Payakumbuh yang didapuk sebagai rendang terenak di Sumatera Barat.
Dan benar saja, kemanapun kami makan, saya tak lupa mencicipi rendang yang memiliki tekstur yang sedikit berbeda dengan rendang di tanah Jawa. Teksturnya lebih lembut dan nampak lebih hancur alias tak terlalu berbentuk daging segi empat. Seperti ini efek dari cara memasak dalam waktu lama.
Rendang juga disajikan tak hanya daging sapi tapi juga telur, daging ayam, paru atau jamur. Teman Menong juga bisa membeli rendang instant yang banyak dijual di toko oleh-oleh. Rasanya enak juga kok. Harganya Rp. 85.000/250 gram.
Saya beri rate 5/5 untuk rendang Payakumbuh sebagai salah satu kuliner Payakumbuh Sumbar yang layak untuk teman Menong coba.
Post a Comment
Post a Comment