Hasil USG perut yang saya jalani menunjukan adanya cystitis dan fatty liver. Hal ini pastinya bukan sesuatu yang baik bagi kesehatan saya dan saya harus berusaha melakukan sesuatu agar tak ada efek buruk di kemudian hari.
Cystitis
Awalnya saya mengira terkena apendisitis atau sakit usus buntu saat tiba-tiba terbangun kesakitan di suatu subuh. Rasanya bagian kanan perut saya seperti ditusuk ujung pedang dari bagian dalam perut.
Kehebohan ini membawa saya berkeliling ke 7 UGD di Kota Bandung, tepat di hari kedua lebaran (hari Sabtu) beberapa tahun lalu. Kondisi liburan panjang dan akhir pekan membuat banyak RS tak bisa melakukan USG untuk memastikan apakah rasa sakit hebat itu berasal dari usus buntu atau bukan.
Setelah melewati dua hari yang panjang dan melelahkan, hasil USG di hari Senin menunjukan saya mengalami cystitis atau peradangan pada saluran kemih. Dokter mengatakan penyebab utama karena saya jarang minum dan sering menahan BAK.
Saya akui, saat asyik di depan laptop saya sering kali rela menahan minum dan BAK. Bahkan dokter mengatakan sejauh apa dispenser dan kamar mandi sehingga membuat saya tak bisa menyempatkan diri. ‘Mode mager’ inilah yang akhirnya saya tuai konsekuensinya.
Sejak saat itu, saya lebih waspada untuk selalu minum cukup dan bergerak dalam waktu tertentu. Zauji sampai saya membelikan jam tangan khusus yang dilengkapi alarm yang akan berbunyi saat saya duduk lebih dari satu jam.
Sampai saat ini, terkadang saya tak bisa memenuhi target untuk minum minimal 2 liter sehari. Salah satu triks yang saya pakai adalah menggunakan wadah minum seukuran botol air mineral 330 atau 600 mL. Hitung berapa kali pengisian untuk memastikan jumlah mendekati 2 liter.
USG Perut
Meski sudah lama, rasa sakit di perut kanan sering kali muncul terlebih di saat jadwal minum saya berkurang karena aktivitas yang membuat saya tak bisa membuat saya minum dan ke toilet terlalu sering atau perjalanan jauh.
Pola ini membuat saya rutin memeriksakan diri ke dokter dan menjalani USG perut. USG perut merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran kesehatan organ di dalam perut seperti ginjal, hati (liver), empedu dan pankreas.
Pemeriksaan USG perut dapat dilakukan secara gratis menggunakan BPJS asal ada rujukan dari dokter (biasanya dokter spesialis penyakit dalam). Dari mulai awal tahun ini, saya menyengaja berkonsultasi ke klinik eksekutif di salah satu rumah sakit untuk menghindari antrian yang terlalu panjang. USG perut pun saya lakukan dengan biaya mandiri seharga Rp. 660.000 (abdomen atas bawah). Biaya ini termasuk paling murah setelah saya survei ke berbagai RS dan laboratorium kesehatan.
USG perut dilakukan olrh dokter spesialis radiologi. Berhubung USG perut digunakan sebagai bahan evaluasi, hasil USG perut sebelumnya harus dibawa untuk mengamati perkembangan setiap waktunya.
Fatty Liver
Dari hasil USG inilah saya mendapatkan gambaran kondisi abdomen (perut) atas dan bawah secara lengkap. Akhir 2023, selain cystitis, ternyata ada hal lain yang ditemukan saat USG yaitu adanya fatty liver.
Fatty liver merupakan kondisi lemak berlebih di dalam hati (liver). Liver merupakan organ yang berfungsi untuk memproses lemak menjadi energi dan pastinya keberadaan lemak dalam liver menjadi sesuatu yang normal dan alami.
Namun, di saat lemak berada dalam jumlah yang berlebih, tentunya menjadi sesuatu yang tak baik. Kondisi ini dapat tercipta karena dua hal yaitu kebiasaan minum minuman beralkohol atau Alcoholic Fatty Liver Disease (yang ini, insyaallah tidak) dan gaya hidup (sering mengkonsumsi makanan berkalori tinggi, memiliki kadar kolesterol tinggi, atau obesitas).
Sekilas orang takkan mengira saya didiagnosa fatty liver karena 'penampakan' saya yang biasa, relatif tak terbilang gemuk. Seringkali teman saya berseloroh, diagnosa itu ada karena saya terlalu rajin memeriksakan diri ke dokter😁.
Kolesterol Tinggi
Dari beberapa faktor penyebab itu, saya menganalisa secara pribadi. Bahkan di saat masih duduk di bangku kuliah, kadar kolesterol dalam tubuh saya sudah menyentuh angka > 200. Orang pasti takkan menyangka bila melihat badan saya dengan berat badan ‘hanya’ 45 kg dan tinggi 153 cm.
Namun, angka ini tak pernah turun, terlebih sejak bekerja dan sering menikmati kuliner nusantara dengan rasa yang luar biasa dan terkadang tak mengenal waktu karena dijamu sebagai tamu.
Hasil Medical Check Up di awal tahun 2022 menunjukan kadar kolesterol yang menyentuh angka 260 membuat saya stop total makan jeroan yang sangat saya sukai (babat, tamusu/iso dan paru yang selalu menjadi menu utama saat makan di restoran sunda), mengurangi gorengan (bala-bala dan gehu yang menggoda lidah), mulai rajin makan sayuran (yang dulu sangat tidak saya sukai), jalan kaki rutin setiap pagi. Alhamdulillah cara ini cukup jitu membuat kolesterol saya ada di angka <180 tanpa obat apapun.
Meski begitu, setahun terakhir ini, Body Mass Index (BMI) saya mulai melewati angka 25 karena timbangan badan yang cenderung semakin bergeser ke kanan. Dengan diagnosa fatty liver dan BMI yang mulai menyentuh warna kuning, saya mulai harus lebih memperhatikan kondisi tubuh.
Terlebih dokter mengatakan fatty liver tak bisa diobati dan hanya bisa dikurangi dengan mengubah pola hidup. Satu-satunya cara tentunya mengubah pola makan agar berat badan saya turun.
Sebetulnya saya termasuk diberi kemudahan untuk menurunkan berat badan selama membatasi asupan makanan (porsi nasi super irit membuat saya sering diprotes orang) termasuk tidak makan selepas jam 6 sore.
Namun di sisi lain, saya juga mudah tergoda dengan berbagai makanan. Saya kerap kali menyalahkan Zauji yang mengubah pola makan saya. Dahulu saya nyaris tak pernah makan malam namun sejak menikah rasanya ‘wajib’ untuk makan lengkap sehari 3x yang membuat BB saya naik 10 kg dalam waktu 10 bulan pertama usia pernikahan😐
Belum lagi, kini saya memiliki teman untuk meneruskan hobi saya jajan apalagi saat saya dan Zauji ‘ngabolang’ mencicipi kuliner khas berbagai daerah saat kami keluar kota. Demi menjaga daya tahan tubuh, saya biasanya tak berani untuk ‘memangkas’ porsi dan kalori yang saya makan. Karena akan tak menyenangkan bila saat bertugas saya atau Zauji terkapar sakit (dan ini pernah terjadi😓).
Demi menjaga agar cystitis dan fatty liver tak membuat kualitas hidup saya berkurang, di awal bulan Agustus ini saya dan Zauji mencanangkan program diet bersama. Saya membujuk Zauji agar menemani saya berdiet karena penampakan Zauji yang tinggi dan besar khas bapack-bapack membuat saya khawatir. Well, setidaknya kami berdua ikhtiar untuk tetap sehat.
Post a Comment
Post a Comment