Tentunya kita sudah hapal bila setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati hari pahlawan. Peringatan mengenang pertempuran Surabaya pada tanggal 10 November 1945 ini ditujukan untuk menghormati pengorbanan para pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan. Akhir bulan lalu saya tak sengaja membaca satu postingan tentang pahlawan wanita dari Jawa Barat yang sebelumnya tak pernah saya kenal.
Dilansir dari berbagai sumber, saya mulai mencari informasi mengenai pahlawan wanita dari Jawa Barat. Ternyata banyak sekali loh kaum hawa yang luar biasa memberikan kontribusi positif selama masa perjuangan atau masa kemerdekaan. Berbeda dengan Cut Nyak Dien, Laksamana Malahayati atau Nyi Ageng Serang yang terjun langsung dalam pertempuran, kaum wanita juga banyak membantu perjuangan negeri ini lewat semangatnya untuk memberantas kebodohan.
Berdekatan dengan Hari Guru Nasional yang jatuh pada tanggal 25 November, yuk, kita simak siapa saja wanita luar biasa ini! (Untuk 'keamanan', mohon maaf tidak bisa menyertakan semua foto wanita luar biasa ini)
Raden Dewi Sartika
Raden Dewi Sartika telah lama dikenal sebagai salah satu pahlawan wanita di bidang pendidikan yang berasal dari tanah Pasundan. Dewi Sartika lahir di Cicalengka, Bandung pada tanggal 4 Desember 1884 dalam keluarga bangsawan Sunda.
Selepas wafatnya sang ayah, Dewi Sartika dan Ibunda kembali ke Bandung dan menetap dengan sang kakek, R.A.A Martanegara yang menjadi Bupati Bandung. Sang kakek dan Inspektur Kantor Pengajaran, Den Hamer menjadi pendorong Dewi Sartika untuk terus mengembangkan sekolah seperti yang dicita-citakannya.
Beliau mendirikan sekolah pertama untuk kaum perempuan Hindia Belanda di pendopo Kabupaten Bandung pada tahun 1904 yang dikenal dengan nama Sakola Istri (Sekolah Istri).
Sekolah ini tak hanya mengajarkan baca tulis namun juga menjahit, merenda dan pelajaran agama. Dibantu sang suami, Raden Kanduran Agah Suriawinata, yang berprofesi sebagai seorang guru, hingga tahun 1914, Sakola Istri telah berkembang menjadi 9 sekolah. Sakola Istri sempat berubah nama menjadi Sekolah Kautamaan Istri dan di bulan September 1929, Sakola Istri berubah menjadi Sekolah Raden Dewi.
Wafat pada tanggal 11 September 1947, teman Menong dapat mengunjungi makam Dewi Sartika di daerah Astana Anyar, tak jauh dari Alun-alun kota Bandung. Dewi Sartika digelari sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional pada tanggal 1 Desember 1966.
Emma Poeradiredja
Nyi Raden Rachmat’ulhadilah Poeradiredja lahir pada tanggal 13 Agustus 1902 di Kuningan, Jawa Barat. Emma Poeradiredja mengenyam pendidikan Hollandch Inlandsce School (HIS) setara SD, Meer Uitegebreid Lager Onderwijis (MULO) setara SMP dan SSVS Dientoxamont di luar negeri yang setara Algemeene Middelbare School (AMS) atau SMA.
Setelah lulus, beliau bekerja di Staatspoorwegen (S.S) atau PT KAI (saat ini). Dari pendidikan dan rekam jejak pekerjaannya, jujur saja saya kagum pada beliau sebagai salah satu pahlawan wanita dari Jawa Barat. Dan saya teringat Embah, nenek tercinta yang juga bercita-cita sekolah setinggi-tingginya meski hanya sempat mengenyam hingga MULO saja namun fasih berbahasa Belanda.
Beliau aktif di berbagai organisasi seperti Jong Java dan menjadi ketua Jong Islamieten Bond (JIB) cabang Bandung di tahun 1925. Beliau juga turut dalam Kongres Pemuda I di tahun 1926 dan Kongres Pemdua II di tahun 1928. Pada tahun 1938, Emma menjadi satu-satunya wanita yang menjadi anggota Dewan Kota Bandung.
Pasoendan Istri atau PASI, organisasi pemberdayaan perempuan di jaman penjajahan Belanda, menjadi salah satu organisasi yang dipelopori Emma Soeradiradja. Saya sendiri mengenal PASI karena sewaktu kecil dulu sering mengantar Embah sowan ke salah satu kantornya di daerah Jl. Sapujagat, Bandung.
Hingga akhir hayatnya, Emma Poeradiredja masih berperan sebagai anggota DPR/MPR Pemilu 1971. Wafat pada tanggal 16 April 1976, beliau dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Cikutra Bandung.
Raden Siti Jenab
Nama ini rasanya tak asing di telinga saya karena saya sering melihatnya di plang sekolah dasar saat saya bekerja di Cianjur dulu (ada 4 SD Ibu Jenab di Cianjur). Raden Siti Jenab lahir di Indramayu pada tahun 1830 dari kelauraga bangsawan keturunan keluarga Patih Purwakarta, Jawa Barat dan priyayi Brebes, Jawa Tengah.
Siti Jenab bersekolah di Sekolah Dewi Sartika Bandung dan dibimbing langsung oleh Dewi Sartika, pendiri sekolah. Kembali ke Cianjur, Siti Jenab terinspirasi untuk mengenalkan sistem pendidikan door to door di Kota Cianjur. Usaha ini mendapat perhatian dari putri Bupati Cianjur, RA Cicih Wiarsih yang memberikan sebidang tanah waqaf untuk dibangun menjadi sekolah. Sekolah perpaduan Sakola Istri Dewi Sartika dan Sekolah Kautamaan Istri Siti Ayu Lasminingrat ini menjadi sekolah pertama di Cianjur.
Kini, Sekolah Dasar Siti Jenab telah diambil alih pemerintah dan berubah nama menjadi Sekolah Ibu Jenab yang dapat teman Menong kunjungi di pusat kota Cianjur.
Raden Ayu Lasminingrat
Soehara atau yang lebih dikenal sebagai Raden Ayu Lasminingrat adalah seorang pejuang pendidikan kaum perempuan di daerah Garut. Beliau lahir pada tahun 1843 sebagai seorang putri dari Raden Haji Muhamad Musa, seorang ulama, penghulu sekaligus sastrawan sunda.
Beliau menjadi satu-satunya perempuan pribumi yang mahir berbahasa Belanda dan menulis sehingga menerjemahkan sebuah buku karya Christoph von Schimd yang diadaptasi menjadi buku yang berjudul ‘Carita Erman’. Selain itu, Lasminingrat juga menerbitkan sebuah buku berjudul ‘roepa-roepa dongeng’. Kedua karya tersebut dikenal tak hanya di Garut namun juga hingga luar Jawa dan menjadi buku pelajaran wajib di Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar di Jawa Barat.
Menikah dengan Bupati Garut, Raden Adipati Aria Wiratanudatar VII, membuat Lasminingrat lebih terfokus pada bidang pendidikan dan mendukung Dewi Sartika untuk mengembangkan Sakola Istri.
Ternyata banyak sekali ya wanita yang berkiprah demi majunya bangsa ini. Titel pahlawan wanita dari Jawa Barat diiringi dengan harumnya sumbangsih mereka bagi kita generasi penerus.
jaman perjuanga memang tidak memandang gender ya, pria dan wanita sama-sama berjuang untuk nusa dan bangsa, mungkin masih banyak lagi pejuang wanita yang tidak tercatat namanya tetapi mempunyai sumbangsih yang besar untuk Indonesia
ReplyDeleteYa Allah, sebagai orang Jawa Barat merasa tercerahkan banget membaca artikel tentang mengenal pahlawan dari tanah sunda ini. Selama ini baru familier dengan nama Raden Dewi Sartika, karena menjadi salah satu jalan di Kota Sukabumi
ReplyDeleteSelain Dewi Sartika rupanya masih banyak lagi ya pahlawan perempuan dari Jawa Barat. Btw, organisasi PASI masih ada nggak sekarang mbak?
ReplyDeleteKalau baca berita di internet masih ada
DeleteMembaca sejarah sosok inspiratif meluaskan wawasan kita soal pola hidup yang baik dan sukses ujungnya~
ReplyDeletePara pejuang kemerdekaan yang sangat membanggakan, menginspirasi sekali buat para perempuan
ReplyDeleteSelama ini hanya tahu Dewi Sartika yang merupakan seorang pahlawan perempuan dari Jawa Barat. Ternyata selain beliau, masih banyak yang lainnya. Bahkan ada yang dari Garut juga. Padahal saya warga Garut, tetapi baru tahu Raden Ayu Lasminingrat itu dari Garut juga.
ReplyDeleteDari 4 tokoh pahlawan Jawa Barat, aku baru mengenal Emma Poeradiredja. Jadi mau cari tahu lebih dalam sejarah beliau, tidak terlalu banyak yang bahas sejarah perjalanan hidup beliau
ReplyDeleteKalau Dewi Sartika insyaallah sudah hafal semua. Tapi kalau nama Raden Ayu Lasminingrat, Raden Siti Jenab dan Emma Poeradiredja, belum banyak dikenal ya mbak. Aku juga baru tahu ini, hehehe.... MAkasih ya mbak infonya.
ReplyDelete