Salah satu hal unik menjadi orang Indonesia adalah jawaban yang akan disampaikan saat ditanya “Kamu orang mana?”. Walau kita dapat mengatakan “Orang Indonesia dong!”, rasanya jawaban ini terasa belum lengkap tanpa menjelaskan dari suku apa kita berasal. Asli dari Bandung, berbicara tentang suku tak lengkap bila tak membahas keunikan bahasa sunda sebagai bahasa pertama.
Nama Urang Sunda
Selalu mengaku 100% ‘urang Sunda’, sebetulnya darimana saya berasal dapat diidentifikasi dari nama saya yang sangat njawani. Aki, kakek dari pihak Ayahanda memang berasal dari Jawa Timur sehingga sesungguhnya darah jawa mengalir cukup kental.
Urang Sunda sendiri sering kali memberi anak nama ‘template’ khas Sunda seperti Asep (Isep, Usep, Acep, Ayep, Atep), Ujang (Jajang, Enjang, Ajang), Mamat (Dari kata Muhammad atau Ahmad menjadi Mamad, Memed, Memet, Emed, Omod, Emod, Amad, Amat), Ijah (dari kata Khadijah menjadi Eja, Ijot, Ecot, Icah) atau nama berirama seperti Aa, Oo, Uu, Ii dan Ee (ini beneran ada loh!)
Asep menjadi salah satu nama laki-laki sunda yang banyak digunakan. Nama ‘Asep’ memiliki makna ‘kasep’ atau ‘tampan’ yang dapat disandingkan dengan Eneng (dari kata ‘koneng’ yang menandakan kuningnya kulit perempuan sunda) dan Euis (dari kata ‘geulis’ atau cantik).
Dahulu, nama urang Sunda cukup satu kata saja tanpa adanya nama akhir (last name) atau nama marga (family name). Setelah adanya asimilasi budaya di sekitar tahun 1600an, banyak nama urang Sunda dibuat khusus untuk menunjukan status sosial ‘keningratan’.
Kalangan biasa umumnya memiliki nama sederhana dan menambahkan pengulangan kata agar nama tidak begitu pendek seperti Iwan Setiawan, Tina Agustina atau Tika Hertika. Berbeda dengan kalangan ‘ningrat’ yang memiliki nama lebih panjang dan berwibawa seperti Wirahadikusuma, Sastranegara, Wirasaputera dan lainnya.
Nama khas Sunda perlahan mulai ditinggal orang tua untuk menamai anaknya yang lahir di era generasi alfa (setelah tahun 2012) dan mulai mengadopsi nama dengan nuansa arab atau barat.
F Word
Ada anekdot yang sudah sangat dikenal bahwasanya urang sunda tidak bisa mengucapkan huruf ‘F’, padahal sebetulnya itu hanyalah ‘Pitnah’ belaka.
A : Peri
B : Nulis namanya pakai P, F atau V?
A : Pake ‘ep’…’ep panta’.”
Dalam keseharian urang Sunda memang sulit saat melafalkan konsonan “F, V, Z, Q, X, Kh, Sy”. Mengapa demikian ya?
Pertama dalam aksara sunda kuno, ketujuh huruf konsonan tersebut tidak dikenal dalam 25 huruf Ngalagena, huruf yang melambangkan konsonan (Ada juga yang menyatakan 18 huruf)
Kedua, urang sunda terbiasa menyederhanakan atau memudahkan sesuatu termasuk saat melafalkan nama atau kata. Tak heran dalam keseharian Sunda nama Zaenal akan diucapkan menjadi Jenal, Syarif menjadi Sarip, Evi menjadi Epi, Saefulloh menjadi Uloh dan lainnya.
Selain nama, urang sunda juga terbiasa menyingkat kata-kata baku seperti Bandung – Banung, sendal – senal, endog (telur) – enog.
Dan tak heran, singkatan ini berlaku juga untuk istilah sehari-hari seperti ‘aliran’ sebutan untuk ‘mati aliran listrik’ atau ‘sarap’ untuk menunjukan ketidakwarasan (asal dari syaraf).
Teman Menong pasti familiar dengan kuliner khas Sunda seperti cilok – aci dicolok, cireng – aci digoreng, basreng – bakso digoreng, cilor – aci telor, cuanki – cari uang sambil jalan kaki, comro – oncom dijero (didalam) dan lainnya. Belum lagi plesetan nama daerah 'Antapani' Antara Cinta Tapi Teu Wani (Berani) atau 'Cihanjuang' (Cinta Itu Harus Berjuang).
Namun dengan adanya pembiasaan, banyak urang sunda yang fasih mengucapkan konsonan tadi. Salah satu triks yang sering saya pakai agar tak salah lagi saat mengucapkan huruf ‘F’ adalah dengan mengucapkan kata berhuruf ‘F’ dengan perlahan.
Namun bagi saya sendiri tak jarang pengucapannya masih terbolak balik semisal Fulfen atau fintu. Pokoknya tetap fower pull😁
Logat Bahasa
Kami menggunakan bahasa sunda sebagai bahasa ibu. Secara garis besar undak usuk basa alias tata krama berbahasa sunda lisan terbagi menjadi basa loma (rekan dekat), basa lemes ka sorangan (diri sendiri), lemes ka batur (orang yang lebih tua) dan basa kasar.
Aji keur dahar (Aji sedang makan). ‘Dahar’ juga berkonotasi kasar bagi urang sunda.
Abdi neda (Saya makan)
Pun biang nuju tuang (Ibu saya sedang makan)
Ucing nyatu (Kucing makan).
Banyak orang mengatakan Bogor memiliki bahasa sunda yang cukup kasar namun tidak halnya dengan keluarga besar Embah yang selalu berbasa lemes. Saya dan Ibunda sendiri lebih sering menggunakan basa budak (anak-anak) seperti acuk (baju), emam (makan), uih (pulang), bobo (tidur) dan campuran bahasa Indonesia.
Lahir dan besar di Bandung, lama menetap di Cianjur, mudik ke Bogor dan banyak teman dan saudara yang menetap di berbagai kota di Jawa Barat membuat saya mampu membedakan ‘logat’ di setiap daerah.
Bandung sendiri memiliki ‘logat’ yang relatif datar bila dibandingkan dengan Cianjur atau Sumedang. Secara umum ‘logat non Bandung’ cenderung lembut, mendayu, dan mengayun di bagian tengah atau belakang. Telinga saya dapat membedakan dengan mudah ‘logat Cianjur, Purwakarta, Subang, Garut, atau Tasikmalaya’.
Undak usuk basa pun berbeda, Cianjur, Sukabumi, Sumedang dan Tasikmalaya relatif menggunakan basa lemes bila dibanding dengan daerah lain. (Disclaimer : pengalaman saya, ya!).
Secara umum, urang Sunda sering menggunakan imbuhan ‘mah, atuh, teh, da’ dalam percakapan. Namun ada beberapa yang menjadi khas daerah tertentu.
“Heg” (Cianjur)
“Deuh” (Bogor)
“Dih” (Subang, Karawang)
Begitu pun yang hanya dikenal di daerah tertentu pula:
Dikupas – dipesek (Bandung) – dipurak (Ciamis – Banjar)
Selesai – beres (Bandung) – rapih (Ciamis – Banjar)
Ikat pinggang – benten (Bogor)
Nanti – engkin (Cianjur, Garut)
Perbedaan kata-kata ini sering kali menimbulkan kesalahpahaman yang lucu meski sama-sama berbahasa Sunda. Beberapa orang masih menggunakan kata 'hejo (hijau)' untuk menunjuk benda berwarna biru😊
Kata Serapan
Seperti halnya bahasa daerah lain, bahasa sunda tak lepas pula dari pengaruh bahasa asing terutama bahasa belanda dan arab.
Bahasa Belanda
Anderok – Onderrook – Rok
Kamer – Kamer – Kamar
Jaliken – Jerrican – Jerigen wadah penampung air
Hordeng – Gordijn – Gorden
Katel – Katel – Wajan
Wahon – Wagon – Mobil
Bahasa Arab
Maot – Maut – Mati
Miskin – Miskin – Miskin
Kupur – Kufur – Kufur
Kiparat – Kifarat – Kifarat
Dolim – Dzolim – Dzalim
Dan kini, bahasa sunda turut memperkaya bahasa Indonesia juga, loh!
Kata ‘jomblo’ dan ‘ngabuburit’ adalah diantaranya. Bila kini ‘jomblo’ digunakan untuk sebutan seseorang yang tidak memiliki pasangan, dalam bahasa sunda ‘jomblo’ berarti perawan tua, sebutan yang tabu untuk dilontarkan kepada seorang wanita.
Tengoklah, lagu Runtah yang dipopulerkan seniman sunda Doel Sumbang, banyak diminati masyarakat luas karena bahasa yang ear catching dan menggambarkan realita kehidupan sekarang.
Satu hal yang membuat saya sedih, di era medsos ini, sepertinya orang merasa bebas untuk menggunakan kata makian termasuk kata-kata yang dahulu sangat tabu untuk diucapkan seperti “k*n*ol” yang berarti alat kelamin laki-laki.
Kekayaan Bahasa Sunda
Selain undak usuk basa, bahasa Sunda juga memiliki Kajembaran Basa atau Kekayaan Bahasa Sunda.
Berbeda dengan bahasa Indonesia yang hanya memiliki satu kata untuk menggambarkan berbagai situasi, dalam bahasa Sunda setiap situasi memiliki istilah tersendiri.
Jatuh
Tiseureuleu = terpeleset secara umum
Tisoledat = terpeleset karena licin
Tigebrus = jatuh ke dalam air atau lubang tidak sengaja
Titajong = jatuh terantuk sesuatu
Tijengkang = jatuh ke belakang
Tikusruk = jatuh ke depan
Demikian dengan sebutan anak binatang, nama bunga, kandang, waktu dan lainnya.
Tampak tergerus jaman, banyak kata dalam bahasa sunda yang sangat langka saya dengar.
“Ginding” = bergaya
“Leuncangeun” = kutu air
“Muih” = berputar
“Limpeuran” = pelupa
“Mangkukna” = kemarin lusa
Memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day), keunikan bahasa sunda sebagai bahasa ibu masih mendapat tempat yang istimewa dan memperkaya kecintaan kita terhadap gemerlapnya nusantara. Walau "di Bandung mah ga ada gemerlap adanya buricak burinong".
Masyaallah,,,, seru sekali tulisannya mbak, senang sekali bisa mengenal bahasa Sunda yang sangat unik. Salah satu kekayaan Indonesia yang patut dilestarikan 👍❤️
ReplyDeleteWaw, ini lengkap banget mbak 👏🏼✨ btw itu beneran yg namanya pake 2 huruf vokal aja kayak ee itu?? Yang tahu kasihan ya 🤣 btw aku baru tahu ada aksara sunda. Aku kira cuma ada aksara jawa doang ehehe
ReplyDeleteNgomong tentang Sunda, syaa yang orang Madura saat aktif di dunia FB selalu disapa dengan bahasa Sunda. Gegara nama FB ku pake nama awalan Kang, Kang Ugi. Mungkin kata kang ini. Akhirnya modal kamus online menviba komunikasi dna juga minta tolong dibenerin kalau salah. Eh tetep aja setelah diberi tahu, masih pake bahasa sunda temen saya tuh.
ReplyDeleteKakak iparku beristrikan urang Sunda. Suka geli dengar F jadi P.
ReplyDeleteItulah Indonesia, punya beragam budaya dan bahasa. Masing-masing bahasa daerah punya ciri dak kekhasannya masing-masing. Yuk terdalam bahasa daerahnya...
Ah suka sekali baca tulisan ini sambil senyum-senyum sendiri, bener-bener fower pull tulisanna.. wkwkwk
ReplyDeleteSebagai orang Sunda yang menetap di Sukabumi merasa bersyukur banget masih tinggal di daerah yang Basa Sunda na masih lumayan terjaga sehingga mudah-mudahan menjadi ikhtiar untuk menjaga eksistensi bahasa ibu.
Di sisi lain, dengan asimilasi yang terjadi di masyarakat, banyak juga bahasa sunda kasar yang sayangnya menjadi biasa secara nasional, seperti kata -membagongkan- yang masih membuat saya pribadi suka terkaget-kaget ketika ada orang yang menulis atau mengucapkannya.
Btw, hatur nuhun Teh Menong sudah membuat tulisan sekeren ini
Yaa ampun mbaa hhi seneng deh baca ulasannya, lengkap tapi bisa ngalir gitu. Karena nulisnya berdasarkan pengalaman dan lingkungan sekitar ya, mba. Semasa kuliah temen-temenku banyak orang Sunda-nya. Jadi sebagian kosa kata ada yang familiar, tapi baca ulasan ini jadi lebih tau lagi.
ReplyDeleteMengulasnya natural jadi ada bagian-bagian yang bikin ketawa padahal yang dibahas adalah fakta. Apalagi yang bagian "tidak bisa mengucapkan huruf "F", padahal sebetulnya itu hanyalah "Pitnah" belaka. 😆
Bagaimana pun Bhaasa Sunda adalah salah satu kekayaan Bangsa Indonesia, bahasa yang unik dan indah.
Iya semua yang dituliskan adalah 'pakta' hehehe
DeleteWalaupun bersebelahan dengan Jawa Tengah, bahasa Sunda punya ciri khas yang unik dan berbeda. Sangat menarik, saya baru tahu, nama2 urang Sunda ada yang diambil dari nama Nabi Muhammad Sallalahu alaihi wassalam, jadinya mamat, Khadijah jadinya icha dll...
ReplyDeleteHahaha aku jadi nostalgia deh. Aku nih asli Jateng yang mayan lama stay di Tangerang, tapi eh tapi pernah join perusahaan di Sukabumi perbatasan Cianjur selama 1th. Itu kocak sih, aku sering bgt roaming pas ngobrol. Dari masalah f yang jadi p, logat-logat tambahannya dan kosa katanya juga 'asa riweuh'. Tapi pas dah pindah jadi kangen bgt jg sama bahasanya ^^ wkwk
ReplyDeletesuka dengan artikelnya mbak, mengalir euy, seru ya ternyata bahasa sunda, suka dengan intonasi dan pelafalannya, didengar di telinga enak, saya hanya paham beberapa aja pas mama lagi ngobrol sama sesama orang sunda
ReplyDeleteSuka kagum sama orang yang ngomong pake bahasa Sunda. Lucu juga gitu dengernya kalo bagi saya yang perpaduan jawa timur sama jawa tengah. Hehe. Kadang istilahnya ada yang sama tapi artinya beda.
ReplyDeleteDi bahasa jawa timur juga ada tingkatannya kayak ngoko, krama alus, krama inggil
baru ngeh kalau bahasa sunda itu ciri khasnya suka disingkat-singkat atau dipersimpel yaa :)) tapi aku suka kalau denger orang sunda ngomong tuh nadanya alus sopan bangeett. ternyata sama kayak di jawa tengah juga ya, logat dan bahasa di Semarang udah beda lagi kalau sampai Demak, apalagi kalau udah geser lagi ke Kudus. Sama-sama bahasa Jawa tapi beda
ReplyDeleteIya ya mbak, sebenernya keragaman bahasa ini unik dan sangat menarik buat dipelajari. Salah satunya bahasa sunda. Pembawaannya cenderung halus gitu yang aku tahu. Ini kalau di tambahi versi audio alias pengucapan tambah seru
ReplyDeleteWalaupun sama-sama di Pulau Jawa tetapi bahasa sunda memang berbeda dengan bahasa jawa yang lainnya, unik dan itulah keberagaman bahasa serta budaya yang harus kita jaga
ReplyDeleteSebagai orang yang tinggal 20 tahun hingga tamat sekolah di Bandung, tulisan ini sangat relatable 😆
ReplyDeleteEh tapi aku baru tahu soal asal-usul nama Mamat dan Ijah lho.
Yang berkesan, dulu aku struggling banget ngapalin nama anak hewan haha. Ortuku dua2nya orang Jawa. Jadi kalau aku ada PR bahasa Sunda, entah minta tolong orang lain atau nyontek dari temen
Soalnya lumayan susah 😅
Keluargaku dari bapak berkebangsaan Cianjur dan banyak yang tinggal di Cianjur dan Sukabumi, sebagai si bolang aku hanya mengerti bahasa Sunda tapi ngga bisa ngomongnya, sedih dehh
ReplyDeleteAku jadi tahu tradisi Sunda berkat postingan ini. Btw mba, kadang orang jatim lawas (orang zaman dulu) juga ngga bisa bilang f, z. Nggak semuanya, sih, cuma mirip-mirip lah. Seperti nama Safira, seringnya dipanggil Sapira.
ReplyDeleteIni tulisannya seru banget 😃 saya belum pernah kenalan dengan orang Sunda dan baru tau ternyata sepertinini bahasanya ya.. salam dari Suroboyo😆
ReplyDelete