Akhir bulan Desember 2022 menjadi perjalanan akhir tahun bagi saya dan Zauji. Destinasi yang kami pilih adalah Kota Palembang, kota Pempek. Sebelum berangkat, menjadi tugas Zauji untuk mulai googling wisata Palembang terdekat.
Kami memutuskan untuk berangkat menggunakan pesawat di tanggal 25 Desember untuk menghindari harga tiket yang melambung tinggi. Kami menghabiskan waktu 4 hari untuk melakukan pekerjaan plus jalan-jalan di akhir tahun.
Hari pertama kami berdua menjajal LRT atau Light Railway Transportation. Ternyata seru juga loh menikmati Kota Palembang dari jendela LRT hanya berbekal tiket seharga Rp. 5000 saja. Hari kedua kami berkunjung ke Sentra Songket di Jalan Ki Gede Ingsuro dan mencoba Pempek Cek Ya di Jalan Seduduk Putih.
Hari ketiga kami menghabiskan waktu untuk ngabolang di wisata Palembang terdekat yang bisa kami tempuh dengan LRT atau taksi online. Mulai dari menikmati semilir angin di plaza tepian Sungai Musi dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.
Benteng Kuto Besak
Sebetulnya, 15 tahun yang lalu saya pernah menginjakan kaki di Bumi Sriwijaya ini. Namun karena sempitnya waktu, kami hanya sempat makan malam di tepian Sungai Musi, naik ketek-ketek atau perahu kecil melintasi Sungai Musi di tengah malam..ya betul tengah malam tepatnya jam 01.00 WIB dengan dihiasi drama mesin mati di tengah sungai.
Dulu saya penasaran sekali dengan Benteng Kuto Besak yang juga berada di tepian Sungai Musi namun karena hari telah larut tentunya kami tak bisa melihat dengan jelas. Kali ini saya mengajak Zauji untuk melipir sejenak setelah kami selesai mengunjungi museum.
Benteng Kuto Besak merupakan benteng yang sangat ikonik karena menjadi satu-satunya benteng yang dibangun bangsa Indonesia tepatnya di masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I tahun 1780 M yang dilanjutkan oleh Sultan Mahmud Bahaudin.
Benteng yang dibangun selama 17 tahun ini dikelilingi tembok setinggi 9,14 m dengan tebal 2,13 m dengan empat bastion atau selekoh di setiap ujungnya dan digunakan sebagai pusat pemerintahan sekaligus tempat tinggal penguasa Kesultanan Palembang. Tak heran bila di dalam benteng terdapat balai besar, eks keputren (kediaman permaisuri dan putri), ruang tamu, dan lainnya.
Kini benteng yang berbentuk persegi panjang ini digunakan sebagai ruang perkantoran Komando Daerah Militer (Kodam) Sriwijaya sehingga tak bisa lagi dimasuki pengunjung.
Masjid Agung Palembang
Masjid kebanggaan Kota Palembang ini terletak tak jauh dari Jembatan Ampera dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Tepatnya di seberang Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera). Dari museum, teman Menong bisa memotong jalan menyusuri jejeran pedagang kuliner lalu menyeberangi Jalan Merdeka. Jangan lupa tengok kanan dan kiri ya karena lalu lintas sangat padat di jalur satu arah ini.
Masjid Agung ini didirikan pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I. Meski didesain oleh seorang arsitek Eropa, mesjid memiliki khas pola nusantara yang bisa dilihat dari struktur bangunan utama berundak tiga dengan punncak berbentuk limas.
Kondisi mesjid masih terawat bersih. Sayangnya area kamar mandi laki-laki dan perempuan berada dalam pintu masuk yang sama sehingga rasanya canggung bila berwudhu. Sambil menunggu Zauji, saya duduk di teras mesjid yang dipenuhi pengunjung lain yang sedang membuka bekal makanan. Saya sendiri menitipkan sendal di penitipan khusus.
Selepas sholat saya 'memaksa' Zauji membeli pempek yang banyak dijual di pelataran mesjid. Sepertinya pedagang memang diijinkan untuk berjualan di pelataran mesjid. Karena hari kepulangan masih lama dan kami pulang lewat jalan darat, saya dan Zauji sepakat tidak membeli oleh-oleh pempek karena tidak akan tahan lama. Untuk mengobati rasa penasaran, kami membeli pempek untuk kami makan di hotel. Pempek Rp. 3000 ini rasanya juga lumayan enak loh!
Karena perut lapar, kami pun mampir di rumah makan padang yang terletak di seberang mesjid. Sepertinya tak banyak pilihan karena nyaris tak ada penjual makanan karena area sekitar lebih didominasi jasa percetakan.
Bayt Al Quran Al Akbar
Setelah makan siang kami pun melanjutkan jalan-jalan ke Bayt Al Quran Akbar menggunakan taksi online dengan ongkos Rp. 35.000. Berada di kawasan Pondok Pesantren Al Ihsaniyah, Jalan Moh Amin, Gandus. tujuan kami berjarak kurleb 10 km nyaris di pinggiran Kota Palembang.
Destinasi wisata religi Al Quran terbesar di dunia ini menjadi salah satu wisata Palembang terdekat yang menjadi favorit wisawatan. Saat kami tiba, sudah banyak pengunjung yang hadir. Saat memasuki kawasan Al Quran Al Akbar, pengunjung diwajibkan membuka dan menitipkan alas kaki di tempat yang telah disediakan.
Kami sendiri terheran-heran dengan kemeriahan suasana, banyak sekali kios-kios pedagang yang menjajakan aneka makanan minuman hingga suvenir. Tiket per orang dewasa dibanderol Rp. 20.000. Bait Al Quran Al Akbar berada di lantai 2. Ada petugas yang membantu kami untuk memberikan penjelasan kepada rombongan pengunjung. Beliau pun mengijinkan kami untuk merekam video selama penjelasan.
Bait Al Quran Al Akbar ini didirikan oleh Ustadz Syofwatillah Mohzaib, seorang pencinta kaligrafi dan ukiran khas Palembang pada tahun 2002. Al Quran sebanyak 30 juz ini dibuat dari tahun 2002 hingga 2009. Sebanyak 315 keping kayu trembesi atau 40 m3 kayu yang menghasilkan 630 lempeng dengan masing-masing berukuran 177 cm x 140 cm x 2,5 cm dengan berat rata-rata 50 kg.
Tak salah bila kayu trembesi dipilih sebagai bahan utama karena sifatnya yang tahan lapuk, anti lumut anti rayap. Kayu ini umumnya digunakan sebagai bahan rumah panggung atau perabotan seperti lemari, meja dan lainnya.
Diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 30 Januari 2012 disaksikan 51 anggota parlemen negara Islam seluruh dunia dan mendapatkan penghargaan dari MURI sebagai Al Quran terbesar di dunia kategori Al Quran Ukiran Diatas Kayu atau Ukiran Palembang dan telah dibaca oleh Qori dan Qoriah, Hafidz dan Hafidzah dari lebih kurang 40 negara di tahun 2017. Bait Al Quran Akbar juga mendapatkan anugerah WisataRreligius Terhalal se-Indonesia dari Kementerian Pariwisata di tahun 2018.
Ayat-ayat Al Quran ini dibuat dengan cara diukir langsung dengan jenis huruf telah terstandar dan terkoreksi oleh para ulama agar tidak terjadi kesalahan. Pembuatannya dimulai dengan QS Al Fatihah di tahun 2001. Kini keseluruhan 30 juz dapat teman Menong lihat secara langsung hingga atap bangunan.
Kayu dibuat depan dan belakang yang bisa dibalik seperti jendela dengan ornamen khas Palembang srikaya, daun pakis, bunga matahari atau bunga teratai warna keemasan yang berarti kemakmuran atau kejayaan, merah hati berarti keberanian.
Kami pun berkeliling menyusuri bangunan yang terdiri 3 lantai yang awalnya kediaman pribadi Ustadz Syofwatillah. Alunan Al Quran menggema di seluruh ruangan menemani kami. Sepanjang lorong menuju plaza yang berada di tengah gedung, nampaknya pesantren memberdayakan usaha kecil menengah untuk diperkenankan berjualan. Aneka baju, mainan, perlengkapan ibadah dan lainnya.
Alhamdulillah, kami berkesempatan untuk berkunjung ke Bait Al Quran Al Akbar. Kami pun takjub dengan keindahan ukiran. Teman Menong yang sedang tidak berhadast bisa membaca setiap ayat yang dituliskan.
Seru sekali petualangan kami selama menjelajah berbagai destinasi wisata Palembang terdekat dan mudah dijangkau. Tak banyak oleh-oleh yang kami bawa namun Palembang membawa banyak kenangan manis yang tentunya tak mudah dilupakan. Next, pengalaman seru kami pulang ke Bandung lewat jalan darat!
Post a Comment
Post a Comment