Tanggal 10 November menjadi tanggal yang memorable bagi saya. Di tanggal ini, sosok pahlawan dan sumber inspirasi seolah berkelabat dan hadir kembali dalam benak saya. Yup, berdekatan dengan hari kelahiran Embah, nenek tercinta saya, tanggal 10 November seolah membawa nuansa tersendiri untuk mengenang makna hari pahlawan bagi generasi muda.
MULO
9 November 2022, semestinya menjadi milad yang ke 98 bila beliau masih ada bersama kami.
Bagi saya (dan semua anak cucunya). Embah tidak hanya seorang perempuan biasa namun juga sosok kuat, tangguh dan pembelajar sepanjang hayatnya.
Terkadang banyak pertanyaan yang dilontarkan kepada saya, mengapa saya yang notabene hidup di keluarga Sunda memanggil nenek kami dengan sebutan ‘Embah’. Well, tak sepenuhnya dimengerti, sebutan ‘Embah’ ini seolah sudah melekat sebagai panggilan ‘nenek’ di keluarga Embah yang asli berasal dari sebuah kampung di Jawa Barat. Tak ada asal usul yang jelas meski saya pun kerap kali menanyakan ini pada Ibunda atau yang lainnya.
Embah lahir di Jakarta sebagai anak tertua dari ayah seorang ‘Bek atau Wijkmeester’, jabatan birokrasi pemerintahan terendah dalam tatanan administrasi Inlandsch Beestur atau pemerintahan untuk pribumi di jaman kolonial Belanda yang saat ini mungkin setara dengan kelurahan.
Dengan sedikit keistimewaan inilah, meski perempuan, Embah diijinkan untuk mengenyam pendidikan hingga tingkat MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), sekolah umum setara SMP.
Embah sendiri pernah bercerita, keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke Algeemene Middelbare School (AMS) terganjal persyaratan hanya keluarga yang sehari-hari menggunakan bahasa Belanda lah yang berhak meneruskan pendidikan setara SMA ini.
Hal ini dikarenakan ayah Embah atau yang biasa disebut Embah Bek menolak untuk menggunakan bahasa Belanda dalam percakapan sehari-hari. Meski demikian, Embah sendiri fasih berbahasa Inggris dan Belanda dan sering mengajari kami, khususnya adik saya yang mengambil bahasa Belanda sebagai mata kuliah pilihan dulu.
Inilah yang selalu menjadi motivasi bagi kami untuk selalu belajar.
Embah saja yang lahir dan besar pada masa kala pendidikan sulit untuk dijangkau banyak kalangan terlebih perempuan tak pernah surut semangat untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tingggi. Apalagi kita yang lahir dan besar di era pendidikan mudah didapat.
Beliau pun kerap mengajari berhitung ala sempoa tanpa menggunakan alat. Tanya saja perkalian ratusan atau ribuan, Embah dapat menjawabnya kurang dari 1 menit. Sayangnya ilmu ini tak sungguh-sungguh saya pelajari karena jujur saja dulu saya malas menguraikan teknik berhitung ala Embah ini😢
Gerilya
Tak seperti gadis masa itu yang pada umumnya menikah di usia sangat belia, Embah sempat bekerja sebagai tenaga administrasi sebuah bank di Batavia sebelum akhirnya menikah di usia 22 tahun.
Rasanya menjadi pemantik karena saya tahu jaman itu menjadi seorang pekerja bukanlah hal yang biasa terlebih bagi seorang perempuan. Dan mungkin yang terhebat adalah Embah Bek dan istrinya, kami memanggilnya Uu, yang selalu mendorong putera puterinya untuk selalu maju dan berkarya.
Embah menikah dengan seorang tentara di jaman perang kemerdekaan. Selain berprofesi sebagai tentara, Aki juga sering berperan sebagai penerjemah karena beliau fasih berbicara dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Belanda, Jepang dan Cina.
Selayaknya istri seorang pejuang, Embah pun turut bergerilya bersama Aki. Saat kecil dulu, salah satu momen berkesan mungkin saya dapatkan saat menonton film seri ACI di TVRI bersama Embah.
ACI, Aku Cinta Indonesia merupakan film seri produksi Pusat Teknologi Komunikasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom Depdikbud) yang tayang di tahun 1985 setiap jumat malam jam 19.35 - 20.05 WIB. Selain bertema kehidupan di bangku sekolah Amir, Cici dan Ito, serial ACI juga dibuat untuk seri Pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
Saat menonton ACI PSPB inilah Embah banyak menceritakan pengalaman dulu saat menemani Aki berjuang melawan penjajah. Bagaimana trik saat bertempur di medan perang. Pekikan 'maju' yang berarti 'mundur' dan sebaliknya 'mundur' yang berarti 'maju'.
Embah juga bercerita mengenai momen sedihnya saat menemani Aki kala semua prajurit Siliwangi hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah dalam perlawanan terhadap Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Kala itu, Embah baru memiliki dua putra, uwa pertama yang berusia 2 tahun dan uwa kedua yang berusia bulanan. Di tengah perjalanan, salah seorang istri pejuang kehilangan bayi nya yang terbawa arus saat menyeberang sungai deras dengan seutas tali😢. Embah hanya bisa menangis sambil memeluk kedua putranya yang masih balita.
Tak hanya duka di kala bergerilya, banyak kisah sedih yang Embah ceritakan termasuk saat masa-masa kelam di mana banyak sekali pengkhianat pribumi yang menjadi mata-mata Belanda membuat suasana tak kalah mencekam. Cerita ini semakin menorehkan makna hari pahlawan bagi generasi muda.
Hidup sebagai istri prajurit tentunya tak mudah. Karena sering berpindah, beberapa putra putri Embah lahir di provinsi yang berbeda termasuk Ibunda, anak ketiga, yang lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur dan paman anak keempat yang lahir di Soppeng, Sulawesi Selatan. Jangan bayangkan jarak kota-kota yang dilalui sedekat sekarang. Kapal laut adalah moda transportasi pilihan saat itu, Embah pun masih berpakaian kain dan kebaya sambil memboyong putra-putri nya turut menyertai kemanapun Aki bertugas.
Pengabdian Pahlawan
Di akhir hidupnya, Aki menghabiskan sisa hidup sebagai pegawai perkebunan selepas tak lagi menjadi seorang tentara. Embah sendiri bercerita, di awal menjadi prajurit dulu, pangkat seseorang dapat dipilih sesuai keinginan sendiri. Aki sendiri memilih pangkat rendah meski secara kompetensi tentunya bisa saja lebih dari itu. Alasannya karena, pengabdian bukanlah dilihat dari pangkat. Dan tentu saja, seiring waktu, dengan segala keterampilannya, Aki dapat mencapai pangkat yang lebih tinggi di akhir hayatnya.
Aki wafat di usia 52 tahun di tahun 70-an, meninggalkan seorang istri dan 10 putra putri yang masih kecil. Dengan uang pensiun seadanya, Embah membesarkan putra-putrinya.
Kisah sedih ini tak pernah membuat Embah mengeluh atau menangis. Meski pada akhirnya hidup sederhana, keluarga kami tak pernah kehilangan curahan kasih sayang dari seorang nenek, yang kami panggil dengan sebutan Embah.
Hingga akhir tahun 90-an, setiap tanggal 10 November jam 00.00 WIB, Embah masih mengikuti upacara di Taman Makam Pahlawan. Berdiri tegak dan lantang menyanyikan lagu-lagu nasional yang bergelora di dalam dada.
Dan setiap tanggal 4, saya akan menemani Embah untuk mengambil uang pensiun. Di sanalah kami akan bertemu dengan banyak veteran dan istri veteran sekaligus mendengarkan kembali kisah-kisah heroik semasa perjuangan dulu. Bangga dan haru selalu saja menyertai senyuman dan semangat yang masih berkobar meski kemerdekaan telah lama berada dalam genggaman.
Akhir Perjuangan
Semasa hidupnya, Embah sangat menyukai belajar banyak hal. Selalu ada saja yang menarik perhatian beliau dan membuatnya tergelitik untuk bertanya. Menjelang hari Pahlawan, keluarga kami tak hanya merayakan hari kelahiran Embah namun juga hari kelahiran satu orang cucu dan satu orang cicit. Tak perlu menunggu hari lebaran tiba, kami selalu berkumpul di rumah Embah di setiap akhir pekan, 10 putra putri, 30 cucu dan 4 cicit (dulu masih 4 cicit)
Stroke menjadi akhir dari kisah hidup Embah 15 tahun yang lalu, seorang pejuang tangguh yang pantang mengeluh.
Embah mungkin tak pernah turut mengangkat senjata untuk membela negeri ini. Namun seperti berjuta kisah para istri veteran lainnya, segala pengabdiannya selama mendampingi Aki menjadi bagian dari sejarah bangsa ini.
Al Fatihah untuk semua pahlawan kita dan siapapun yang telah memberikan pengorbanannya untuk tegaknya negeri ini.
Makna hari pahlawan bagi generasi muda sejatinya tak hanya retorika semata namun diwujudkan dengan melanjutkan cita-cita para pahlawan yang kini satu per satu telah tiada. Semangat belajar dan semangat menyebarkan kebaikan bagi diri sendiri, sesama dan negeri yang teramat kita cintai.
kereeeeen ... itu hal pertama yang jadi komentarku dari tulisan ini. perjalanan hidup yang lengkap dan penuh inspirasi. berasa baca novel, hehe
ReplyDeleteEmbah sosok wanita yang kuat dibalik kelembutannya, al fatihah untuk beliau dan semua pahlawan dan sosok di balik para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan ini
ReplyDeleteAlfatihah untuk si Embah. Perjalanannya menemani suami sebagai Abdi negara adalah perjuangan yang sesungguhnya. Sangat Menginspirasi.
ReplyDeleteAlfatihah untuk Embahnya mbak. Bener² mengabdi bgt sampai akhir hayatnya untuk negara. Anaknya banyak ya mbak. Seru keluarganya jadi rame. Dan merasakan sejarah negara sendiri dari Embah. Keren bangeeeett.
ReplyDeleteDuh, Mba, jadi kangen juga nonton A C I ... A bisa amir C bisa Cici I bisa Itoo, embah, Aki pasti punya trik2 yang bikin kita jadi langsung jatuh cinta dan berarti, pahlawan hati.
ReplyDeletenah, saya malah ga tau seri yang Amir Cici Ito ini..mungkin masih terlalu kecil buat paham
DeleteAl-Fatihah untuk si embahnya ya mbak. cerita nanya seru se rasanya membaca novel dan pembaca jadi mengetahui tentang perjalanan perjuangan mbah dahulu
ReplyDeleteMasyaallah embah keren banget mbam totalitas dalam mendampingi suami ya. Al fatihah untuk beliau
ReplyDeleteMasyaAllah, antara haru dan takjub dengan semangat perjuangan para pahlawan dulu itu ya, Mbak. PR bagi kita sebagai penerusnya untuk semangat berjuang dan belajar menghadapi segala tantangan zaman ini
ReplyDeleteMaa shaa Allah merinding, sudah dipastikan Embah sosok keren yang mampu mendampingi Aki yang juga keren luar biasa.
ReplyDeletePasti bangga banget terlahir dari garis keturunan yang sudah melekat jiwa pembelajar dan pejuang dalam dirinya.
Mbaaaa Menong ini kisah nyata yang keren banget ❤
Al fatihah buat almh Embah dan alm Aki 🤲
Keren sekali pengalaman beliau saat masa perjuangan. Akan senang sekali mana kala masih bisa bertukar pikiran dan bercerita saat-saat luar biasa itu
ReplyDeleteBerkat perjuanagn Pahlawan kita bisa menikmati banyak hal dan kebebasan tentunya, semoga kita bisa mengisi kemerdekaan ini dengan kebaikan agat pahala kebaikan terus mengalir bagi mereka termasuk untuk si Embah.
ReplyDeleteSeru ya mendengar kisah zaman peperangan dulu apalagi dari sumber yang terlibat langsung. Berasa duduk dengan para sesepuh dan mendengarkan mereka bercerita kala baca tulisan ini
ReplyDeleteMasyaAllah haru dan seru membaca kisah Simbah, semoga beliau tenang dan mendapat surga terbaik di sisi-Nya. Semoga kisah hidup beliau menginspirasi banyak generasi muda untuk cinta tanah air.
ReplyDeleteMasya Allah, keren sekali ya Mbah Putri dengan segala sepak terjangnya, terutama sifat suka belajar bagaimanapun situasi saat itu, Al Fatihah untuk Mbah dan Aki..
ReplyDeleteMasya Allah terharu membacanya.. keren si embah ya. Makin bangga bahwa peremluan itu wajib terdidik bahkan itu diperjuangkan sejak dulu.
ReplyDeleteAh aku sedih saatbeliau tidak bisa mengenyam pendidikan karena alasan bahasa yabg digunakan sekligus bangga pada pilihan mbah Bek. Nasionalismenya keren
bagus banget ceritanya :") semangat selalu untuk semua yg sedang berjuang
ReplyDeleteBeruntung banget bisa dapat cerita inspiratif dari mbah sendiri ya kak. Akutuh dari kecil nggak merasakan sosok mbah jadi sama masa-masa "susah" jaman dulu berasa kudet :( keren kak ceritanyanya, al fatihah ^^
ReplyDeleteMasyaAllah, embah sama aki keren banget bisa menguasai beberapa bahasa asing di masa itu, semoga beliau berdua bahagia di alam sana.
ReplyDelete