Salah satu hal yang saya sukai dari pekerjaan saya adalah kesempatan untuk berkunjung ke berbagai daerah dan mengenal banyak budaya nusantara. Selain pantai, saya juga menyukai wisata sejarah termasuk mengenal istana kerajaan di Indonesia. Saya akan mengajak teman Menong mengenal beberapa istana kerajaan yang masih menampakan keanggunannya meski tak lagi berjaya.
Selain Kasultanan Yogyakarta dan Kasultanan Cirebon yang sempat saya kunjungi saat masih sekolah dulu, ada beberapa kasultanan yang saya kunjungi beberapa tahun ini.
Balla Lompoa, Gowa, Sulawesi Selatan
Saat menginjakkan kaki di Sulawesi Selatan tepat 31 Desember 2011, saya berkesempatan untuk mengunjungi Balla Lompoa, rumah besar, di Kabupaten Gowa. Kini dikenal dengan sebutan Museum Balla Lompoa, bangunan berarsitektur khas orang Bugis ini membuat saya terpana. Balla Lompoa merupakan rekonstruksi istana kerajaan Gowa yang didirikan pada tahun 1936.
Meski tak sempat masuk, saya mengagumi setiap detil bangunannya. Halaman yang sangat luas, kayu ulin kokoh, deretan jendela, dan tangga setinggi 2 meter menyambut kedatangan kami. Sayangnya, karena hari libur, saya dan teman tak bisa menikmati koleksi benda-benda kerajaan Gowa yang masih tersimpan apik ini.
Melihat gagahnya bangunan di area seluas satu hektar ini, terbayang betapa gagahnya pula para raja Gowa ini.
Terletak di daerah Sungguminasa, Somba Opu, teman Menong dapat mampir dengan mudah karena berada di perkotaan yang dilewati angkot atau bentor (becak motor). Meski berada di Kabupaten Gowa, Somba Opu ini berbatasan juga dengan Kota Makassar loh!
Keraton Solo dan Puro Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah
Akhir tahun 2014, kami mendapat tugas ke Solo, Jawa Tengah. Berhubung jadwal pesawat kepulangan tidak ada yang pas sesuai jadwal kegiatan, akhirnya kami memutuskan untuk pulang menggunakan kereta api.
Jadwal kereta api menuju Bandung ada di jam 19.00 WIB, kamipun sepakat untuk berkeliling kota Solo. Selain Pasar Klewer, kami pun mampir di Puro Mangkunegaran. Awalnya saya mengira tempat yang kami kunjungi adalah Keraton Solo, maklum saya baru kali ini saya berkunjung ke kota batik ini.
Dahulu Kesultanan Mataram dibagi menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasultanan Surakarta. Kasultanan Surakarta yang dipimpin seorang Sunan Pakubuwono bertempat di Keraton Solo. Salah satu kadipaten di bawah Kasultanan Surakarta adalah Mangkunegaran yang dipimpin seorang Pangeran Adipati.
Sesuai perjanjian Salatiga di tahun 1757, Kadipaten Mangkunegaran merupakan kerajaan otonom yang berhak memiliki tentara sendiri yang terpisah dari Kasultanan Surakarta dengan kekuasaan wilayah hampir 50% dari wilayah Kasultanan Surakarta. Begitupun dengan keratonnya yang tersendiri yaitu Puro Mangkunegaran.
Puro Mangkunegaran yang dibangun tahun 1757 M ini menjadi salah satu destinasi wisata terkenal. Dengan tiket seharga Rp.20.000, kita bisa menikmati keelokan istana yang masih berdiri megah.
Bak petualang yang sedang tersesat, hampir setengah hari kami mengaso di pelataran Puro Mangkunegaran sambil menikmati tarian yang disajikan bocah-bocah yang sedang belajar menari. Tak banyak wisatawan, saya lupa apa alasannya. Kami tidak diperkenankan untuk memasuki pendopo atau mengambil foto.
Yang menjadi perhatian saya, suasana sangat asri. Bangunan lama yang terpelihara. Saya pikir bangunan Puro Mangkunegaran mengadopsi pula desain Eropa karena patung Cupid jelas nampak sebagai ornamen yang kontras dengan desain lain yang sangat kental dengan budaya lokal.
Sebelum pulang, kamipun menyempatkan untuk mampir di Keraton Solo yang berjarak tak jauh dari Puro Mangkunegaran. Tak sempat masuk hingga ke dalam, Alhamdulillah masih ada foto yang sempat kami abadikan.
Istana Kadriah, Pontianak, Kalimantan Barat
Awal 2017 menjadi kunjungan saya yang pertama di kota yang dikenal dengan kota katulistiwa. Mampir sebentar di kantor yang kami tuju, kami menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan seputar kota sambil menunggu jadwal keberangkatan ke kabupaten Ketapang yang harus ditempuh dengan penerbangan.
Sayangnya, di Pontianak tidak ada angkutan umum yang dapat membawa kami berkelana berkeliling kota. Syukurlah, salah seorang teman yang menjadi tenaga pengajar di sebuah universitas negeri di kota Pontianak merekomendasikan dua mahasiswa beliau yang nyambi sebagai driver ojeg online lokal. Jadilah kami berempat berwisata ala ‘rider’ di tengah teriknya matahari.
Tujuan pertama tentu saja Tugu Katulistiwa dan disambung mengunjungi salah satu istana yang dahulu pernah jaya di jamannya. Berada di pemukiman penduduk, kami menelusuri jalanan menuju istana Kadriah.
Istana Kadriah merupakan istana yang dibangun oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie di pinggir sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Konstruksi istana kadriyah terbuat dari kayu ulin yang sudah berumur 245 tahun. Jenis kayu ini sangat kokoh dan kuat serta tahan air. Istana ini terdiri dari 4 lantai dengan serambi luas mengelilingi bangunan yang nuansa kuning dan hijau.
Meski terkesan tidak begitu terpelihara dengan baik, istana ini masih tetap mengguratkan kemegahan masa lampau. Bagian dalam istana tidak dibuka namun saya bisa mengintip dari jendela. Penjelasan tentang istana ini disampaikan oleh penjaga istana. Berdasarkan informasi bagian belakang istana masih dihuni oleh keturunan sultan. Sayapun menyempatkan untuk mengintip ke area belakang, sayangnya suasana terlihat sepi.
Istana Tanjungpura – Matan, Ketapang, Kalimantan Barat
Destinasi kedua di Kalimantan Barat yang saya kunjungi di awal tahun 2017 adalah Kabupaten Ketapang. Berjarak kurang lebih 50 menit penerbangan dari Pontianak, Ketapang menjadi kota favorit saya. Selain menyajikan beraneka kuliner yang rasanya luar biasa seperti ikan baung asam pedas, durian atau sayur pakis yang tak pernah saya nikmati di Bandung, Ketapang menyimpan banyak wisata seni budaya dan sejarah. Sejarah Ketapang tak akan pernah lepas dari kerajaan yang pernah berdiri megah di masa lampau.
Kerajaan Tanjungpura – Matan yang merupakan kerajaan tertua di Kalimantan Barat terletak di Ketapang. Istana Kerajaan Matan yang didominasi dengan nuansa kuning dan beratap kayu ini memiliki banyak cerita. Salah satunya kisah Raja Gusti Muhammad Saunan yang dijemput pasukan Jepang dan tak pernah kembali.
Bila dibandingkan kerajaan lain, letak istana Kerajaan Matan ini relatif lebih sepi. Diperkirakan dibangun pada tahun 1924 M, bangunan istana sering mengalami renovasi. Seperti istana lain, kayu ulin menjadi kayu utama yang menyangga bangunan. Saat ini istana Kerajaan Matan difungsikan sebagai museum memorabilia yang masih dipelihara dengan baik. Ada kesedihan yang tersirat saat saya membaca sejarah kerajaan Matan ini. Banyak barang peninggalan yang dipajang dan diberi catatan mengenainya.
Istana Maimun, Medan, Sumatera Utara
Juli 2018, saya mendarat di ibukota provinsi Sumatera Utara, Medan. Terkenal sebagai kota besar dengan segudang kesibukannya, ternyata Medan menyimpan daya tarik sendiri terutama di bidang wisata sejarah untuk mengenal istana kerajaan di Indonesia. Istana Maimun, terletak tak jauh dari tempat kami menginap, saya dan teman memutuskan untuk berjalan kaki sambil menikmati indahnya sore hari kota Melayu Deli ini.
Terletak di Jalan Brigjen Katamso No 66, Istana Maimun buka setiap hari dari mulai jam 08.00 – 17.00 WIB, Istana Maimun mengundang teman Menong untuk berkenalan dengan ikon kota Medan ini. Didominasi dengan warna kuning, istana berluas ± 2.722 m2 ini memiliki arsitektur khas budaya melayu islam dengan eropa. Warna kuning sendiri memiliki makna khas Melayu dan warna kebesaran kerajaan Deli. Lengkungan (arcade) pada bagian atap yang menyerupai perahu terbaik menjadi ciri bangunan islam seperti halnya bangunan di kawasan Timur Tengah.
Disambut tangga berlapis marmer yang didatangkan langsung dari Italia, teman Menong dapat menikmati langsung ruangan penuh dengan perabotan dan hiasan khas istana. Setiap ruangan tentunya memiliki fungsi masing-masing seperti penobatan raja atau menerima tamu.
Didirkan pada tanggal 26 Agustus 1888, istana ini memiliki 2 lantai, 30 ruangan dan 3 bagian yaitu bangunan induk singgasana raja, sayap kanan dan sayap kiri. Istana ini merupakan peninggalan Kesultanan Deli yang didirikan Sulan Mahmoed Al Rasyid Perkasa Alamsyah yang merupakan keturunan ke-9 Kesultanan Deli.
Tak dapat dipungkiri, keindahan istana ini masih terpancar. Setiap detil dan ornamen unik terasa menyegarkan mata. Di ruangan utama seluas ± 412 m2, teman Menong dapat melihat dan berfoto berlatar tahta yang didominasi warna kuning.
Teman Menong juga dapat menyewa pakaian putri Kesultanan Deli selama mengunjungi museum dan menjadi putri sehari di Istana Maimun Medan. Bertarif Rp.60.000, teman Menong dapat memilih warna dan corak yang sesuai dengan pilihan dan berjalan-jalan mengelilingi istana sambil mengenakan pakaian khas putri sultan. Setiap sudut istana dapat teman Menong jadikan spot untuk berfoto.
Dan tebak, saya dan teman pun ikut merasakan menjadi putri sehari di istana Maimun ini dengan menyewa pakaian khas putri sultan.
Seru ya mengenal istana kerajaan di Indonesia. Tak hanya sekedar cuci mata namun juga bisa menyelami sejarah bangsa yang kuat dan mempesona dengan segala keindahannya.
Kita sebagai bangsa Indonesia harus bangga dengan banyaknya kerajaan yang dulu pernah berjaya, jangan lupa diceritakan ke anak2 agar mereka juga bisa ikut belajar menghargai budaya bangsa ini
ReplyDeleteSenangnya mba bisa berwisata sejarah, aku paling suka jg, nih berkunjung ke jejak sejarah seperti museum, kerajaan, bangunan kuno. Makanya kalau dikasih kesempatan berkunjung ke daerah lngsung deh cari info ttg peninggalan budaya.
ReplyDeleteYang di Gowa agak mirip rumah bubungan tinggi di Kalsel. Seru bgt ya bisa wisata sejarah dan edukasi gini.
ReplyDeleteSerunya bisa mbolang ke penjuru Nusantara. Asyiknya lagi bisa lebih mengenal sejarah dan kebudayaan bangsa.
ReplyDeleteWah aku berasa ikutan berwisata sejarah keliling Indonesia. Ikut membayangkan ada di kerajaan² sana. Jadi Putri sultan sehari di Istana Maimun berasa jadi Sultan yaa hhe
ReplyDeleteIya, apalagi kostum nya terkesan mewah sekali
DeleteWah serunya bisa berkunjung ke beberapa istana kerajaan, aura kemegahan dan kejayaan masa lampau masih tersisa
ReplyDeleteWah serunya bisa berkunjung ke kerajaan di Indonesia. Aku jadi pengen jalan-jalan juga. Semoga ada kesempatan bisa berkunjung ke tempat² yang di ceritakan olek mbk. Aamiin🥺
ReplyDeleteSenangnya menikmati kerja rasa dolan mbaa, apalagi dolannya menggali warisan budaya dengan mengunjungi bangunan-bangunan lama (istana kerajaan di Indonesia) yang penuh sejarah
ReplyDeleteSo proud melihat bangunan-bangunan kerjaan Indonesia, so beautiful. Walaupun kadang ngelamun, seperti apa ya kerajaan padjajaran di tanah sunda yang juga terkenal ceritanya, Sayang memang karena tak ada petunjuk yang bisa mendeskripsikan seperti apa kerjaan Raden Siliwangi itu
ReplyDeleteNaah, saya juga belum pernah cari tahu..jadi penasaran
DeleteIndonesia bener2 beragam dan berbudaya ya, hampir di tiap provinsi ada kerajaan yg masih terus ada smpe skrg
ReplyDeleteSaya juga suka jalan ke tempat bersejarah kayak istana-istana kerajaan gini. Impian banget, waktu kecil pernah nonton acara di tvri cerita untuk ananda, berkisah tentang kehidupan kerajaan zaman dahulu di Indonesia. Begitu gede bersyukur bisa sedikit mengunjunginya.
ReplyDelete