Terkonfirmasi Covid 19
Di hari kelima Zauji merawat saya yang terkena flu luar biasa, tiba-tiba saja Zauji ‘ambruk’ merasakan demam tinggi dan sakit badan yang tak tertahankan. Keesokan harinya kami berdua melakukan pemeriksaan dokter dan hasilnya dokter mengiyakan Zauji tertular flu. Meski bukan termasuk tipe suami yang rewel minta dilayani ini itu, kali ini badan saya pun dipaksa sehat agar dapat merawat Zauji dengan baik.Salah satu tugas saya adalah memijat untuk meredakan badan Zauji yang terasa sakit. Saat itu lah saya menyadari penciuman saya hilang saat membaluri Zauji dengan kayu putih. Biasanya kayu putih aromaterapi yang sering dipakai Zauji mempunyai aroma khas, namun saat itu bahkan balsem yang saya oleskan langsung ke dalam hidung pun tak tercium aroma nya.
Kondisi Menurun
Semakin hari kondisi Zauji semakin menurun, di hari ketiga Zauji muntah tak henti dari pagi hingga menjelang tengah malam sehingga tak ada makanan yang bisa masuk ke perut. Pengalaman dengan reaksi tekanan bola mata tinggi akibat ablasio retina yang menyebabkan muntah hebat, tengah malam menjelang hari keempat, saya berinisiatif membawa Zauji ke RS dan hasil swab antigen kami berdua dinyatakan terkonfirmasi Covid 19.Setelah menjalankan rangkaian protokol pasien terkonfirmasi Covid 19 seperti lapor ke puskesmas kelurahan, RT dan RW, kami juga mulai menjalankan 10 hari isolasi mandiri dan mendapatkan bantuan pengawasan dari tenaga kesehatan (nakes). Berhubung Zauji merupakan seorang diabetasi (penderita diabetes), bidan Endah, nakes yang ditugaskan lebih intensif memantau kami.
Belum pulih benar, kepala mulai terasa berat dan badan terasa lemas, saya tak lepas dari samping Zauji yang muntah tak henti. Berbagai macam obat sudah saya coba termasuk obat lambung, obat mual dan lainnya.
Meski bidan Endah sudah mengingatkan setiap waktu bahwa Zauji harus tetap makan, saya tak bisa memaksa Zauji. Hanya 4 sendok makan bubur polos yang bisa masuk dan Zauji terpaksa melanggar diet diabetes yang biasa dijalani karena tak ada lagi makanan yang bisa masuk selain bubur.
Seorang teman menyarankan agar kami melakukan terapi uap untuk melancarkan pernafasan. Terapi uap dibuat dengan peralatan seadanya, baskom berisi air panas yang sudah ditetesi minyak kayu putih dan handuk untuk menutup area panas. Cara kerjanya seperti sauna. Mulanya saya yang mencoba, lalu Zauji. Tak sampai 5 menit, Zauji menjerit keras. Mata kanannya terasa nyeri hebat. Bodohnya saya, tak ingat kalau mata kanan Zauji rentan karena tak ada lensa mata yang melindungi uap masuk langsung ke area mata.
Rasanya semakin membuat hati saya berdetak lebih kencang karena tentunya kami tidak bisa datang ke UGD RS Cicendo dalam posisi terkonfirmasi positif Covid 19. Meski tak mengaduh, saya tahu Zauji kesakitan. Alhamdulillah, setelah sekian jam, rasa sakit itu mereda.
Waktu Berjalan Lambat
Bingung dan takut menghantui pikiran kami, terlebih tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain mengatasi setiap gelaja Covid 19 semampu yang kami bisa. Seorang teman, ‘menemani’ saya via whatsapp karena punya pengalaman yang sama sebagai pasien Covid 19 dengan penyakit penyerta (komorbid).Beliau menyakinkan seiring waktu gejala akan berkurang, kita hanya perlu bersabar. Tak ada obat atau vitamin yang bisa dipaksakan yang terpenting masih ada makanan yang masuk ke perut. Setiap gejala yang dialami pasien Covid sangat unik yang bisa berbeda setiap orang karena berdasarkan pengalaman beberapa teman dan keluarga, virus Covid menyerang titik terlemah dalam tubuh kita.
Bidan Endah sendiri sudah mengingatkan agar saya memantau ketat kondisi Zauji termasuk gula darah, saturasi oksigen, suhu dan tekanan darah. Beliau bahkan sudah menyatakan kesediaan untuk membantu mencarikan rumah sakit apabila kondisi Zauji terus menurun. Pengalaman Terpapar Covid 19 bagi Komorbid Diabetes memang luar biasa, terlebih ceritanya selanjutnya yang semakin membuat jantung kami naik turun.
Post a Comment
Post a Comment