Lebaran beberapa tahun yang lalu bisa jadi lebaran paling berkesan. Saya terbangun karena rasa sakit yang luar biasa di perut kanan sebelah bawah. Momen 'silaturahim' di hari kedua lebaran diawali dengan 'sowan' dengan para dokter di ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat). Pengalaman berlebaran di IGD ini jadi cerita paling memorable.
Di part pertama, rumah sakit yang pertama saya kunjungi subuh itu adalah RS Al Islam Bandung, lalu berpindah ke RS Hermina dan RS Santosa, dan berakhir di RS Hasan Sadikin. Dengan diagnosa usus buntu yang direkomendasikan RS Hermina, petugas IGD menerima saya langsung karena status 'cyto' atau segera.
Jam 8 kurang, kami tiba di IGD RSHS Bandung, petugas satpam mengarahkan saya untuk langsung masuk di IGD. Berbagai pemeriksaan saya jalani termasuk melakukan tes urine dan USG seperti yang disarankan RS Hermina.
Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan USG yang dilakukan untuk mendiagnosa penyakit dalam seperti batu empedu, batu ginjal, pankreas dan lainnya. USG abdomen dilakukan seperti halnya USG kandungan namun dengan area yang tentunya lebih luas.
Sambil menunggu hasil pemeriksaan urine dan USG, saya beristirahat di IGD ditemani adik sepupu dan Ibunda. Menjelang ashar, rasa sakit mulai menghilang sehingga saat dokter meminta saya melakukan rontgen. Karena badan sudah membaik, saya berjalan sendiri sambil melihat-lihat keadaan seputar IGD.
Di suasana hari fitri ini, IGD penuh dengan pasien. Setelah dirontgen, saya pindah ruangan. Di sebelah saya, seorang ibu korban kecelakaan yang tadi pagi saya jumpai di RS Al Islam. Jam 5 sore, dokter yang tadi pagi memeriksa saya membisikan hasil pemeriksaan USG dan urine. Meski hasil pemeriksaan USG menyatakan usus buntu saya masih dalam keadaan baik, hasil cek urine lah yang memberikan hasil tidak terduga. Saya dirujuk ke bagian ginekologi karena seperti nya ada hal yang tak beres di bagian rahim saya. Setelah beradu argumen panjang lebar dengan dokter jaga di bagian Ginekologi (beradu teori tentang kehamilan, cek lewat dubur (lagi dan lagi😥) karena saya menolak pengecekan lewat ‘depan’, memantengi USG berkali-kali untuk melihat tanda-tanda abnormal seperti tumor, kehamilan anggur atau lainnya termasuk siklus haid dan riwayat gangguan hormonal yang pernah saya alami), saya meminta dokter memeriksa dengan seksama dan kembali menelaah teori-teori yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan urine diulang dan hasilnya ternyata memang berbeda dengan hasil sebelumnya. Dan saya bersyukur, Ibunda yang sudah kelelahan tidak saya libatkan dalam diagnosa yang menurut saya ‘aneh’ ini. Dari sisi dokter, saya juga paham mereka mendiagnosa berdasarkan data dan fakta bahwa wanita berhijab tidak selama nya dapat menjaga diri dengan baik.
Kelak saat saya menceritakan pengalaman saya ini kepada saudara dan teman, semua sepakat bahwa saat kita didiagnosa kondisi tertentu, sebagai pasien, selain bersikap tenang, tidak malu bertanya, kita juga harus cerdas untuk memilah informasi.
Jam 9 malam, setelah hasil urine kedua keluar. Saya kembali ke IGD. Dokter memberikan pilihan apakah saya akan melakukan USG ulang di hari Senin dan berkonsultasi dengan dokter spesialis. Saya pun mengiyakan karena meski diagnosa sebenarnya belum diketahui, setidaknya perut saya sudah tidak terasa sakit sama sekali sehingga saya sudah bisa duduk dan bercanda dengan Bibi yang menggantikan Ibunda menjaga saya. Saya diperkenankan pulang. Sambil menunggu jemputan, Bibi membelikan saya bubur ayam karena seharian perut saya kosong tidak diisi.
Jam 12 malam, begitu sampai di parkiran RS, perut saya terasa sakit luar biasa lagi. Alhamdulillah saya masih sempat menyalakan HP dan menelepon seorang teman yang menyarankan saya untuk langsung menuju RS Borromeus.
Sambil menunggu hasil pemeriksaan urine dan USG, saya beristirahat di IGD ditemani adik sepupu dan Ibunda. Menjelang ashar, rasa sakit mulai menghilang sehingga saat dokter meminta saya melakukan rontgen. Karena badan sudah membaik, saya berjalan sendiri sambil melihat-lihat keadaan seputar IGD.
Di suasana hari fitri ini, IGD penuh dengan pasien. Setelah dirontgen, saya pindah ruangan. Di sebelah saya, seorang ibu korban kecelakaan yang tadi pagi saya jumpai di RS Al Islam. Jam 5 sore, dokter yang tadi pagi memeriksa saya membisikan hasil pemeriksaan USG dan urine. Meski hasil pemeriksaan USG menyatakan usus buntu saya masih dalam keadaan baik, hasil cek urine lah yang memberikan hasil tidak terduga. Saya dirujuk ke bagian ginekologi karena seperti nya ada hal yang tak beres di bagian rahim saya. Setelah beradu argumen panjang lebar dengan dokter jaga di bagian Ginekologi (beradu teori tentang kehamilan, cek lewat dubur (lagi dan lagi😥) karena saya menolak pengecekan lewat ‘depan’, memantengi USG berkali-kali untuk melihat tanda-tanda abnormal seperti tumor, kehamilan anggur atau lainnya termasuk siklus haid dan riwayat gangguan hormonal yang pernah saya alami), saya meminta dokter memeriksa dengan seksama dan kembali menelaah teori-teori yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan urine diulang dan hasilnya ternyata memang berbeda dengan hasil sebelumnya. Dan saya bersyukur, Ibunda yang sudah kelelahan tidak saya libatkan dalam diagnosa yang menurut saya ‘aneh’ ini. Dari sisi dokter, saya juga paham mereka mendiagnosa berdasarkan data dan fakta bahwa wanita berhijab tidak selama nya dapat menjaga diri dengan baik.
Kelak saat saya menceritakan pengalaman saya ini kepada saudara dan teman, semua sepakat bahwa saat kita didiagnosa kondisi tertentu, sebagai pasien, selain bersikap tenang, tidak malu bertanya, kita juga harus cerdas untuk memilah informasi.
Jam 9 malam, setelah hasil urine kedua keluar. Saya kembali ke IGD. Dokter memberikan pilihan apakah saya akan melakukan USG ulang di hari Senin dan berkonsultasi dengan dokter spesialis. Saya pun mengiyakan karena meski diagnosa sebenarnya belum diketahui, setidaknya perut saya sudah tidak terasa sakit sama sekali sehingga saya sudah bisa duduk dan bercanda dengan Bibi yang menggantikan Ibunda menjaga saya. Saya diperkenankan pulang. Sambil menunggu jemputan, Bibi membelikan saya bubur ayam karena seharian perut saya kosong tidak diisi.
Jam 12 malam, begitu sampai di parkiran RS, perut saya terasa sakit luar biasa lagi. Alhamdulillah saya masih sempat menyalakan HP dan menelepon seorang teman yang menyarankan saya untuk langsung menuju RS Borromeus.
RS Santo Borromeus
RS Santo Borromeus
menjadi RS kelima yang saya masuki kurang dari 24 jam. Saya memberikan penjelasan
kepada dokter jaga bahwa diagnosa sementara adalah usus buntu dan harus
ditangani segera alias cito. Tak menunggu lama, dokter memberikan saya suntikan
yang membuat rasa sakit menghilang tak berapa lama sehingga saya bisa tertidur
pulas di ruang IGD😑.
Seperti RS lainnya,
keputusan tindakan operasi harus didasari USG dan layanan USG tutup di hari
libur sehingga harus dilakukan di hari kerja. Karena ruangan kelas 1 penuh, RS
menawari saya untuk upgrade ke VIP yang masih kosong. Well, bukan berarti saya
mengabaikan kesehatan, namun dengan kondisi saya yang membaik, rasanya saya
memilih untuk pulang dan kembali di hari Senin. RS Borromeus memberikan saya
surat rujukan yang menyatakan diagnosa usus buntu dan harus ditangani segera
bila sewaktu-waktu perut saya kembali sakit.
RS Hermina
Sampai di rumah, saya
tidak otomatis dapat tidur. Meski rasa sakit sudah hilang (mungkin efek penghilang
nyeri yang tadi disuntikan). Saya masih berpikir ke RS mana lagi yang bisa
menjadi pilihan. Setelah bertanya dan menimbang, akhirnya saya memutuskan
kembali ke RS Hermina.
Sebetulnya penanganan RS
Hermina sangat baik dan cepat (karena saya sudah berkali-kali berobat di RS
ini) namun karena berdasarkan catatan BPJS, saya sudah dirujuk di RS tingkat
tertinggi yakni, RS Hasan Sadikin jadi pihak RS Hermina menolak saya meski saya
membawa surat rujukan dari RS Borromeus. Dengan perasaan bingung, saya kembali pulang
dan memutuskan untuk berisirahat di rumah.
Hingga sore hari, tidak
ada rasa sakit yang timbul dan saya dapat beraktivitas seperti biasa. Namun karena
saya masih penasaran dengan diagnosa sebenarnya, akhirnya saya kembali ke RS Al Islam seperti satu hari sebelumnya. Hmmm, pengalaman berlebaran di IGD ini memang penuh kejutan ya!
RS Al Islam (lagi)
Alhamdulillah, dengan
berbekal surat rujukan dengan keterangan cyto atau segera, IGD RS Al Islam menerima saya dan
segera melakukan pemeriksaan darah dan urine. Setelah hasil keluar, ternyata
nilai leukosit saya yang semula 15.000 menjadi 5000 yang berarti tidak ada
infeksi dalam tubuh saya dan tidak mungkin saya menderita infeksi usus buntu.
Karena tidak bisa
melakukan USG di hari libur, dokter menyarankan saya untuk menjalani rawat inap
agar keesokan harinya saya dapat melakukan USG plus berkonsultasi dengan dokter
bedah. Alhamdulillah Ala Kulli Hal, bersyukur di setiap keadaan. Saya meminta
bibi yang mengantarkan saya untuk kembali pulang karena saya sudah bisa
beristirahat tanpa diganggu rasa sakit.
Dan tentunya saya masih harus menunggu pemeriksaan selanjutnya di hari Senin. Bagaimana ya pengalaman berlebaran di IGD selanjutnya?
syafakillah mbak Me,
ReplyDeletesemoga Allah mengangkat penyakit Mbak.
Masih harus check up ke dokter kah sampai sekarang?
Aamiin
DeleteMasih kak...kambuhan kalau saya kurang minum dan olah raga
Dan ternyata kalau saya makan pedes juga...soalnya masih bandel colek2 sambel :(