Pandemi Covid 19 belum juga usai. Tak terasa ramadhan kembali hadir menyapa kita. Apa ya yang menjadi perbedaan menjalani ramadhan kedua di masa pandemi?
Di Rumah Saja
Ramadhan tahun ini dan
tahun lalu menjadi momen terbaik bagi saya karena untuk pertama (dan kedua)
kalinya saya bisa berada di rumah selama ramadhan tanpa perjalanan dinas yang
padat. Alhamdulillah, saya bisa menyiapkan sahur dan berbuka untuk keluarga
karena tahun lalu kami harus menjalani WFH selama ramadhan dan tahun ini saya
sudah pindah tugas dan kembali bersama keluarga. Mungkin inilah hikmah terbaik masa
pandemi. Seperti yang sering kali Zauji sampaikan, maksimalkan untuk beribadah
di bulan mulia ini karena kita tak pernah tahu apakah umur kita akan sampai di
tahun depan atau tidak.
Saya juga sempat mengikuti kelas Canva untuk mempelajari keterampilan desain sederhana.
Tarawih di Rumah Saja
Di tahun kedua ini, mesjid
mulai diperbolehkan untuk menggelar tarawih dengan protokol kesehatan yang
ketat seperti menggunakan masker, membawa sajadah sendiri dan menjaga jarak. Di
minggu pertama ramadhan, Zauji sengaja melaksanakan sholat tarawih di rumah
bersama saya dan Ibunda mertua. Biasanya jamaah sholat tarawih masih banyak minggu
pertama ramadhan, sehingga khawatir tidak bisa menjaga jarak. Jujur saja,
karena Zauji lebih sering berjamaah di mesjid, momen sholat berjamaah menjadi
hal yang langka bagi kami berdua.
No Baju Lebaran
Yups, tidak dimaksudkan menyengaja beli baju lebaran,
terkadang kami menyediakan waktu untuk berbelanja menjelang hari raya karena pertokoan
sering kali menyediakan diskon besar-besaran. Di masa pandemi ini, saya dan
Zauji menghindari pergi ke mall apalagi saat orang-orang padat berbelanja menjelang
hari raya.
Di ramadhan kedua di masa pandemi ini, satu-satunya baju dikhususkan untuk Ibunda dan Ibunda mertua yang
saya beli saat saya bertugas. Selebihnya, masih banyak baju dan perlengkapan tahun lalu yang masih layak untuk dipakai.
Tanpa Bukber
Sudah dua tahun ini,
agenda bukber alias buka bersama kami hapus dari jadwal. Meski saya dan Zauji
bukan termasuk orang yang mempunyai jadwal bukber padat setiap ramadhan, namun
sesekali bukber kami lakukan bersama orang-orang terdekat. Rasanya konyol bila
di masa pandemi ini kai memaksakan untuk bukber di luar seperti dirumah makan
atau kafe. Bukber sederhana cukuplah kami adakan di rumah saja.
Itikaf Ditiadakan
Biasanya, saya dan Zauji
melaksanakan itikaf di 10 hari terakhir di Pusat Dakwah Islam Provinsi Jawa
Barat. Namun sejak pandemi, program itikaf ditiadakan sehingga kami lebih menghabiskan
malam-malam terakhir ramadhan di rumah saja. Hal yang kami rindukan saat itikaf
adalah kebersamaan dalam beribadah.
Dulu, saat akan menunaikan ibadah umroh,
saya melatih diri dengan turut itikaf di mesjid. Maklum lah, saya belum
terbiasa dengan sholat berjamaah dengan rakaat yang panjang dan lama. Saat itikaf,
saya biasanya memilih tempat di lantai dua (khusus akhwat) dekat dengan pilar
agar tidak menghalangi dan terganggu jamaah lain. Saya pun bangun lebih awal
agar tidak mengantri saat harus ke kamar kecil dan mengambil wudhu. Imam yang
memimpin sholat berganti setiap malam. Sholat malam biasanya berakhir jam 3 dinihari
dan dilanjutkan dengan sahur.
Ramadhan kedua di masa pandemi ini, rasanya lebih mendekatkan kita dengan keluarga karena lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
Post a Comment
Post a Comment