Pengalaman menderita kanker payudara mungkin bisa menjadi bagian dari dua hal yang begitu berat dan harus saya hadapi bersamaan. Alhamdulillah segala kemudahan saat kami ikhtiar demi kesembuhan Ibunda, kami dapatkan. Pengalaman ini menjadi pembelajaran dan referensi bagi teman-taman yang juga sedang berjuang. Siklus kemoterapi yang Ibunda jalani menjadi tantangan tersendiri bagi kami
Setelah menempuh operasi pertama untuk mengangkat benjolan dan operasi kedua untuk mastektomi -pengangkatan payudara-, tahapan berikutnya adalah kemoterapi. Kemoterapi dilakukan di RS Santosa Kopo Bandung karena RS Santosa Kopo menjadi rumah sakit non rujukan Covid 19 yang masih membuka layanan di masa awal pandemi.
Siklus Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi pengobatan menggunakan obat-obat khusus untuk membunuh sel kanker agar tidak tumbuh dengan cepat dan menyebar ke organ lainnya.
Secara umum, kemoterapi kanker sering diberikan menggunakan sistem siklus atau frekuensi pemberian obat kemoterapi. Siklus kemoterapi bisa satu kali seminggu (yang berarti 1 hari tindakan kemoterapi dan 5 hari jeda) atau tiga minggu sekali (1 hari tindakan kemoterapi dan 21 hari jeda). Jeda digunakan untuk memantau perkembangan pasien atau pemberian terapi lain seperti radioterapi.
Pasien bisa melakukan kemoterapi dengan mengonsumsi obat kemoterapi di rumah atau menerima cairan infus yang dilakukan di rumah sakit dengan pengawasan dokter.
Siklus kemoterapi ditentukan berdasarkan derajat kanker payudara yang diidap.
Proses Kemoterapi
Proses kemoterapi sendiri tidak dirasakan terlalu berat dan setiap sesi kemoterapi ini memiliki pengalaman yang berbeda. Pasien hanya berbaring sambil obat yang diberikan via infus selesai. Babak yang justru harus diperhatikan adalah pasca kemoterapi. Efek pasca kemoterapi akan muncul berbeda setiap pasien.
Ibunda baru merasakan 2 hari pasca kemoterapi diantaranya pusing, mual dan tidak berfungsinya indera perasa. Dokter sendiri tidak memberikan obat selain multivitamin dan penahan sakit.
Efek ini tidak tertahankan. Selain semangat untuk sembuh, daya
tahan tubuh merupakan kunci untuk bisa kuat selama proses kemoterapi. Banyak kondisi
pasien yang turun pasca kemoterapi karena umumnya kurangnya asupan makanan
sehingga tubuh melemah. Meski tidak ada rasa sama sekali di lidah, Ibunda tetap
memaksakan makan.
Inilah yang kami syukuri, semangat Ibunda untuk kembali sehat
tak diragukan lagi. Saya pun membatasi obat herbal karena khawatir akan
bersifat kontradiktif dengan obat kemoterapi. Obat herbal yang masih kami teruskan
hanya daun kelor, bawang putih tunggal, minyak zaitun, madu dan sari kurma.
Efek Kemoterapi
Karena sama sekali tidak berselera makan, meski dibatasi
untuk makanan tertentu seperti ayam broiler, makanan instan dan gula, saya
mengijinkan Ibunda makan apapun yang beliau mau. Menu sarapan pilihan kami
adalah lontong padang. Meski tak banyak, setidaknya masih ada makanan yang
masuk ke perut. Sebagai gantinya persediaan buah-buahan dan sayuran kami
tambah.
Meski terasa pusing, Ibunda tidak berhenti berativitas.
Beberapa kegiatan ringan masih bisa dilakukan termasuk pergi ke warung 😓
Efek lain adalah mual dan muntah. Alhamdulillah efek ini
tidak terus menerus Ibunda rasakan. Kerontokan rambut mulai ada pasca
kemoterapi ke-2, sedikit demi sedikit dan masih menyisakan sedikit rambut.
Kerontokan ini berbeda setiap pasien. Salah seorang pasien kemoterapi
bercerita, rambutnya tiba-tiba menggumpal dan jatuh saat disentuh saat belau
bangun tidur. Hal ini menjadi salah satu trauma bagi pasien kanker payudara.
Hal lain yang Ibunda rasakan adalah tak bisa lagi menahan
buang air kecil sehingga kerap kali wudhu Ibunda harus diulang, seprai dan baju
yang lebih sering diganti. Beberapa kasus terjadi konstipasi (susah buang air
besar) namun ada juga yang malah diare berkepanjangan. Terkadang gangguan
terjadi pada mata menjadi belekan atau berair. Pada umumnya pasien kemoterapi
juga mengeluhkan pengeroposan tulang (osteoporosis) sehingga tambahan kalsium
sangat diperlukan.
Kondisi kritis ini berlangsung antara 7 – 10 hari. Hanya saja
di sesi ke-6, masa kritis Ibunda berlangsung lebih lama hampir 2 minggu karena
mungkin badan setelah lelah ‘digempur’ obat-obatan selama hampir 5 bulan
lamanya. Lepas masa kritis kondisi akan membaik dan Ibunda menyiapkan diri
untuk kemoterapi berikutnya.
Hal-hal tadilah yang sangat berpengaruh pada
kondisi pasien kanker payudara. Tentunya selain pertolongan Allah, dukungan
dari keluarga juga sangat penting untuk melewati hari-hari berat melawan kanker
ini.
Pasien Kemoterapi
Di berbagai kesempatan biasanya kami saling bertukar cerita,
ada seorang ibu berumur lebih dari 65 tahun yang juga berjuang melawan kanker payudara
harus berobat tanpa ditemani siapapun karena kedua putranya bekerja dan tinggal
di luar kota. Beliau menjalani 2 paket kemoterapi (artinya 12 sesi) dan belasan
kali opname sendirian. Dan dalam kondisi seperti ini tentunya banyak hal lain
yang harus kita urus seperti bolak balik ke rumah sakit untuk daftar kontrol
atau kemoterapi, antri di klinik bedah onkologi atau sekedar mencari tempat
foto kopi di luar rumah sakit.
Semoga setiap langkah pengalaman menderita kanker payudara yang kami lakukan menjadi catatan
kebaikan di akhirat nanti. Apa yang harus dilakukan setelah kemoterapi selesai?
Post a Comment
Post a Comment