Menjelang akhir tahun 2018, saya berkesempatan mengunjungi
kota Tulungagung, kota di pesisir Jawa Timur, ±150 km dari Surabaya. Tiba di Bandara
Juanda, Surabaya hampir jam 11 malam, kami meluncur langsung melalui Kota Kediri
dengan perkiraan kami akan tiba di Tulungagung dini hari. Candi Sanggrahan menjadi obrolan pertama kami saat tiba di sana.
Tengah malam, kami mampir di Ayam Lodho Pak Yusuf.
Rumah makan ini terletak di daerah Pogalan, jalan raya yang menghubungkan
Trenggalek dan Tulungagung. Ditemani segelas teh yang super manis (untuk saya
yang tidak terbiasa), kami tak bisa menahan diri dari ayam lodho yang menggoda
selera. Bukan sembarang ayam, ayam lodho dibuat dari ayam kampung muda yang
direbus, dibakar dan dikukus kembali sebelum diungkep lengkap dengan bumbunya.
Kuah ayam lodho terbuat dari santan kanil (santan kental) dan sisa minyak ayam
serta ditambah cabai rawit domba utuh. Rasanya…hmmmm…yummy….
Di sudut malam |
Meski
hanya berkesempatan berkeliling dalam satu hari saja, kota penghasil marmer
terbesar di Indonesia ini layak menjadi tujuan berlibur. Suasana Tulungagung tidak
terlalu ramai dan suasana pedesaan masih terasa. Bolangers bisa menjadikan Tulungagung
menjadi alternatif wisata karena banyaknya destinasi yang bisa dikunjungi dari
mulai peninggalan bersejarah, agrowisata, air terjun di pegunungan hingga
pantai. Mungkin pemandangan ini saya rasakan saat berkunjung ke Situs Gunung Padang Cianjur.
Candi Sanggrahan
Keesokan harinya, saya diajak mampir ke Candi Sanggrahan (Candi Cungkup atau Candi Proetoeng), candi yang dibangun pada jaman Majapahit
masa pemerintahan Hayam Wuruk (1359 – 1389 M). Candi Sanggrahan dibangun
sebagai tempat peristirahatan rombongan pembawa jenazah pendeta wanita Budha
kerajaan Majapahit bernama Gayatri yang bergelar Rajapadmi yang akan dibawa
dari keraton Majapahit untuk dibakar di sekitar Boyolangu, ± 3 km ke arah barat.
Candi ini berbentuk bujursangkar dan terdiri dari bangunan
kaki, tubuh dan atap. Bagian atap candi telah runtuh dan yang tersisa bagian
kaki candi dan sedikit badan candi. Bangunan induk candi berukuran Panjang
12,60 m, lebar 9,05 m dan tinggi 5,86 m. Secara umum kompleks Candi Sanggrahan
terdiri dari sebuah bangunan induk dan 2 buah sisa bangunan perwara (candi
pelengkap kompleks percandian).
Ada hal unik mengenai candi ini karena disusun
atas 2 batu yang berbeda. Bangunan induk menggunakan batu andesit dengan isian
batubata. Bangunan ini terdiri dari 4 tingkat yang masing-masing berdenah
bujursangkar dengan arah menghadap barat. Bagian perwara yang berada di sebelah
timur terbuat dari bata merah. Bangunan Candi Sanggrahan pada teras/undakan
setinggi tidak kurang dari 2 meter.
Bangunan Candi Sanggrahan |
Di timur bangun induk dulu terdapat 5 buah arca Budha yang masing-masing posisi mudra (sikap tangan
simbolis Budha) yang berbeda. Kini kelima mudra tersebut disimpan di Museum
Wajakensis (Museum Daerah Tulungagung).
Tidak seperti candi pada umumnya, candi ini tidak memiliki
hiasan relief pada bagian tubuh candi. Hiasan relief hewan seperti singa dan
serigala dapat ditemukan pada dinding candi bagian bawah atau kaki candi yang
berada dalam kotak persegi panjang.
Relief Candi |
Suasana di sekitar candi cukup sepi karena terletak persis di
pedesaan , tepatnya desa Sanggrahan, yang mudah dicapai dengan kendaraan beroda
dua atau empat. Bolangers dapat memasuki area candi tanpa adanya pintu masuk
atau membeli tiket terlebih dahulu karena areal candi hanya dibatasi dengan
pagar kawat sederhana.
Teman Menong juga dapat naik ke undakan batubata merah untuk memasuki areal candi.
Meski, tidak terlalu tinggi, jangan lupa perhatikan saat teman Menong menaiki
undakan karena tidak ada pegangan di samping undakan.
Undakan menuju areal candi |
Candi Boyolangu
Destinasi kedua adalah Candi Boyolangu atau Pendarmaan
Gayatri. Pendarmaan merupakan ibadah umat Hindu atau Budha sebagai penghormatan
terhadap yang diagungkan. Candi Boyolangu merupakan pendarmaan terhadap Gayatri
atau Rajapatni merupakan salah satu istri Raden Wijaya, raja Majapahit pertama.
Candi Boyolangu sendiri merupakan penyimpanan abu jenazah Gayatri.
Petunjuk Arah Menuju Candi Boyolangu |
Seperti halnya, Candi Sanggrahan, Candi Boyolangu juga
terletak di pedesaan dan diapit pemukiman masyarakat Dusun Dadapan, Desa
Boyolangu. Tak ada petunjuk yang mencolok kecuali gapura masuk menuju lokasi
candi. Saat tiba disana, pintu gerbang candi terkunci sehingga saya hanya bisa
mengintip dari luar saja.
Candi Boyolangu |
Candi yang ditemukan pada tahun 1914 ini terdiri
dari 3 bangunan perwara yang masing-masing menghadap ke barat. Bangunan paling
besar merupakan bangunan induk perwara dan berada di tengah. Bangunan induk
perwara terdiri dari 2 teras berundak yang kini hanya tinggal bagian kakinya
saja. Bentuk bangunan berdenah bujur sangkar dengan Panjang dan lebar 11,40 m
dengan sisa ketinggian ±
2,3 m. dalam bangunan utama ini terdapat sebuah penggalan arca wanita Budha,
yaitu Gayatri, yang sudah rusak (bagian tangan dan kaki sudah hilang) meski
masih terlihat baik.
Usai sudah perjalanan menapak jejak Majapahit Candi Sanggrahan di Tulungagung. Tak terasa, sudah tiba waktunya kembali ke rumah. Sebelum pulang, jangan lupa untuk membeli oleh-oleh rambak, kerupuk kulit kerbau, khas Tulungagung.
Post a Comment
Post a Comment